Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI Komjen Pol Petrus Reinhard Golose mengatakan narkotika yang beredar di wilayah Bali selama ini didominasi oleh jaringan narkoba transnasional yakni golden triangle (segitiga emas).
"Yang beredar banyak di Bali ini yang berasal dari golden triangle. Yang masuk ke kita metamfetamina. Kemudian golden crescent atau bulan sabit emas itu yang berasal dari Iran, Afganistan dan Pakistan," kata Golose saat menggelar konferensi pers terkait pengungkapan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Denpasar, Bali, Jumat.
Golden triangle (segitiga emas) merupakan sebutan untuk penjualan opium atau jaringan narkotika yang beroperasi di Myanmar, Thailand dan Laos. Sementara, golden crescent atau bulan sabit emas merupakan istilah untuk menyebut wilayah penghasil opium terbesar di dunia yang meliputi Iran, Afganistan, dan Pakistan.
Golose mengatakan peredaran narkotika golden triangle di Bali dibuktikan dengan hasil pemeriksaan laboratorium, dan banyak penangkapan ditemukan adanya kesamaan kandungan kimia dan rute penyebarannya.
Baca juga: BNN sita aset pencucian uang Rp15 miliar dari bisnis narkotika di Bali
"Kami mengecek secara laboratoris, bagaimana rute kimia dan itu ada hasilnya yang disebut narcotic signature. Jadi bagaimana pembuatannya, ada rutenya semua," kata mantan Kapolda Bali tersebut.
Golose pun mengungkap bahwa peredaran narkotika yang melibatkan seorang mantan narapidana berinisial MW dan BNN RI telah menyita aset senilai Rp15 miliar hasil penjualan narkoba juga merupakan jenis narkotika metamfetamina dari jaringan golden triangel.
MW diketahui menjalankan bisnis penjualan narkotika dengan melibatkan banyak kaki tangan dan dikendalikan oleh dirinya saat masih mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kerobokan, Kabupaten Badung, Bali.
"Barang bukti yang disita dari yang bersangkutan (MW) kemudian beredar di Bali ini berasal dari golden triangle," ujarnya.
Baca juga: BNN ungkap modus baru penjualan narkotika untuk kepentingan politik
Golose mengungkapkan tantangan dalam mengungkap kasus peredaran narkotika yang berasal dari golden triangle, seperti Myanmar karena perdagangan narkotika tersebut dikendalikan oleh para mafia yang dilindungi oleh militer khusus.
Menurut dia, selain melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Myanmar, juga kelompok tersebut mengendalikan narkotika secara sistematis hingga menembus pasar internasional.
"Mereka punya tentara atau militer yang melindungi proses ini, ada lebih dari 40.000 orang. Mereka mempunyai akademi militer sendiri. Pemberontak, tapi memiliki militer," katanya.
Oleh karena itu, kata Golose, BNN RI telah melakukan kerja sama dengan negara-negara di ASEAN untuk mencegah peredaran narkotika jaringan golden triangel, terutama yang diedarkan melalui Sungai Mekong dan wilayah Laut.
Dia pun mengungkap bahwa wilayah yang paling rawan untuk pendistribusian narkotika jaringan golden triangel itu ke wilayah Indonesia adalah wilayah laut.
"Yang beredar banyak di Bali ini yang berasal dari golden triangle. Yang masuk ke kita metamfetamina. Kemudian golden crescent atau bulan sabit emas itu yang berasal dari Iran, Afganistan dan Pakistan," kata Golose saat menggelar konferensi pers terkait pengungkapan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Denpasar, Bali, Jumat.
Golden triangle (segitiga emas) merupakan sebutan untuk penjualan opium atau jaringan narkotika yang beroperasi di Myanmar, Thailand dan Laos. Sementara, golden crescent atau bulan sabit emas merupakan istilah untuk menyebut wilayah penghasil opium terbesar di dunia yang meliputi Iran, Afganistan, dan Pakistan.
Golose mengatakan peredaran narkotika golden triangle di Bali dibuktikan dengan hasil pemeriksaan laboratorium, dan banyak penangkapan ditemukan adanya kesamaan kandungan kimia dan rute penyebarannya.
Baca juga: BNN sita aset pencucian uang Rp15 miliar dari bisnis narkotika di Bali
"Kami mengecek secara laboratoris, bagaimana rute kimia dan itu ada hasilnya yang disebut narcotic signature. Jadi bagaimana pembuatannya, ada rutenya semua," kata mantan Kapolda Bali tersebut.
Golose pun mengungkap bahwa peredaran narkotika yang melibatkan seorang mantan narapidana berinisial MW dan BNN RI telah menyita aset senilai Rp15 miliar hasil penjualan narkoba juga merupakan jenis narkotika metamfetamina dari jaringan golden triangel.
MW diketahui menjalankan bisnis penjualan narkotika dengan melibatkan banyak kaki tangan dan dikendalikan oleh dirinya saat masih mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kerobokan, Kabupaten Badung, Bali.
"Barang bukti yang disita dari yang bersangkutan (MW) kemudian beredar di Bali ini berasal dari golden triangle," ujarnya.
Baca juga: BNN ungkap modus baru penjualan narkotika untuk kepentingan politik
Golose mengungkapkan tantangan dalam mengungkap kasus peredaran narkotika yang berasal dari golden triangle, seperti Myanmar karena perdagangan narkotika tersebut dikendalikan oleh para mafia yang dilindungi oleh militer khusus.
Menurut dia, selain melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Myanmar, juga kelompok tersebut mengendalikan narkotika secara sistematis hingga menembus pasar internasional.
"Mereka punya tentara atau militer yang melindungi proses ini, ada lebih dari 40.000 orang. Mereka mempunyai akademi militer sendiri. Pemberontak, tapi memiliki militer," katanya.
Oleh karena itu, kata Golose, BNN RI telah melakukan kerja sama dengan negara-negara di ASEAN untuk mencegah peredaran narkotika jaringan golden triangel, terutama yang diedarkan melalui Sungai Mekong dan wilayah Laut.
Dia pun mengungkap bahwa wilayah yang paling rawan untuk pendistribusian narkotika jaringan golden triangel itu ke wilayah Indonesia adalah wilayah laut.
"