Koordinator Kuasa Hukum Rektorat Universitas Udayana Dr. Nyoman Sukandia menyatakan pengelolaan sumbangan pengembangan institusi (SPI) selalu dalam pengawasan atau audit karena itu selama ini tak pernah ada masalah terkait pengelolaan keuangan tersebut.
"Selama ini pengelolaan keuangan SPI di Universitas Udayana selalu diawasi oleh Satuan Pengawas Internal, Inspektorat Jenderal, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan akuntan publik," kata Sukandia di Denpasar, Bali, Selasa.
Karena itu, ia mempertanyakan nilai kerugian negara dan dugaan pungutan liar oleh Kejaksaan Tinggi Bali yang dapat meresahkan masyarakat.
"Setelah penetapan Rektor Unud sebagai tersangka, penyidik Kejaksaan Tinggi Bali telah melakukan audit sendiri sehingga berkesimpulan bahwa negara dirugikan sebesar Rp3,9 miliar dan Rp105 miliar. Bahkan dalam pernyataannya di salah satu stasiun televisi (penyidik) berkesimpulan bahwa negara dirugikan Rp459 miliar. Tentu masyarakat luas menjadi gerah dan ketentraman menjadi terusik," kata Sukandia.
Sukandia juga menanggapi pernyataan resmi Kejati Bali, Senin (13/3), yang menyebutkan angka-angka kerugian dengan total Rp443 miliar yang dirinci sebagai berikut Rp1,9 miliar dianggap sebagai pungutan tidak sah, kerugian negara sebesar Rp105,39 miliar dan Rp3,94 miliar, serta kerugian perekonomian negara mencapai Rp334,57 miliar.
Dia mengatakan dalam data yang ada menyebutkan ada selisih setoran sumbangan pengembangan institusi dari mahasiswa yang terdapat dalam sistem dan Surat Keputusan Rektor. Perbedaan angka tersebut pun telah diaudit oleh auditor.
"Misalnya di SK Rp71 juta, tetapi di sistem Rp80 juta. Itu terakumulasi dari tahun 2018 sampai 2022, yang angkanya mencapai Rp1,9 miliar. Itu yang terjadi, tetapi kelebihan di universitas itu sudah diaudit. Ini pun tidak ada keluhan dari mahasiswa," katanya.
Namun demikian, kata Sukandia, Universitas Udayana akan siap mengembalikan uang tersebut jika dianggap pungutan tidak sah. Dengan demikian, dari sisi tersebut negara diuntungkan.
"Kita kembalikan kalau itu dicari. Setiap saat kita kembalikan. Jadi, negara diuntungkan, tidak rugi kok. Jadi, kalau dari audit kami, dari BPK, Universitas Udayana, negara diuntungkan sesungguhnya. Tetapi, (kami) tidak mau seperti itu, Universitas Udayana adalah negara," kata dia.
Sukandia juga menanggapi angka kerugian negara yang nilainya mencapai Rp105 miliar yang disampaikan oleh Asisten Pidana Khusus Kejati Bali Agus Eko Purnomo dalam sebuah sesi wawancara di sebuah stasiun televisi.
"Angka Rp105 miliar itu disebutkan karena tidak ada pendistribusian dana ke bagian infrastruktur dari dana yang dipungut dari 2018 sampai 2022. Saya tidak ingat berapa jumlahnya di situ. Alokasi itu semestinya Rp105 M, dan oleh karena tidak dialokasikan sebesar itu berarti dianggap kerugian negara," kata dia.
Sesungguhnya, kata dia, dana tersebut sudah didistribusikan sesuai dengan ketentuan simulasi yang dibuat oleh universitas dan diaudit, serta dikontrol oleh BPK. Dengan demikian, tidak ada istilahnya dana keluar, melainkan terpakai semua dan masuk melalui sistem.
Dia menilai total kerugian yang dihitung oleh penyidik Kejati Bali tidak tepat, karena semua dana yang masuk terserap dengan baik dengan pengawasan yang ketat dari pihak pengawas dan auditor. Dia pun menilai tidak ada yang dirugikan dalam sistem yang telah berjalan di Universitas Udayana.
"Nah kenapa ada angka Rp443,9 miliar diasumsikan oleh karena kejadian ini perekonomian negara jadi terguncang, terganggu. Bagi kami semua dipakai di sistem dan dikawal. Tidak ada yang dirugikan dan tidak ada penyalahgunaan," kata dia.
Sukandia menyebutkan masyarakat di pulau dewata sangat membanggakan Universitas Udayana menjadi salah satu perguruan tinggi negeri tertua semenjak kemerdekaan dan masyarakat tidak pernah merasa dirugikan atau ada keluhan terhadap program dan proses pendidikan yang sudah selama ini berjalan.
Baca juga: Mahasiswa Unud harap rektor tersangka dugaan korupsi SPI "dimiskinkan"
Baca juga: Mahasiswa Unud harap rektor tersangka dugaan korupsi SPI "dimiskinkan"
Sejalan dengan itu, Rektor Universitas Udayana Bali Prof I Nyoman Gde Antara setelah
diperiksa penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Bali (13/3) menyatakan dana yang menjadi materi penyidikan dipastikan tidak ada yang mengalir ke rekening pribadi tertentu. Antara memastikan dana tersebut masuk ke kas negara.
diperiksa penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Bali (13/3) menyatakan dana yang menjadi materi penyidikan dipastikan tidak ada yang mengalir ke rekening pribadi tertentu. Antara memastikan dana tersebut masuk ke kas negara.
Rektor Universitas Udayana pun siap mengikuti proses hukum yang sedang berjalan dengan statusnya yang kini menjadi tersangka korupsi dana sumbangan pengembangan institusi dengan peran sebagai Ketua Panitia Penerimaan mahasiswa baru seleksi jalur mandiri tahun akademik 2018 sampai 2020.
"Pada prinsipnya kami Universitas Udayana menghormati proses hukum dan kewenangan penyidik. Saya pelajari dulu status saya. Tadi penyidik sudah menyerahkan surat pemberitahuan. Kita konsultasi dengan teman-teman konsultan hukum," kata dia.
Gde Antara mengatakan pungutan dana SPI di Universitas Udayana sudah sesuai dengan aturan dan regulasi. Dia pun hanya menjalankan sesuai tugas pokok dan fungsi seperti regulasi dari Kemenristekdikti.
"Yang paling penting dana SPI tidak mengalir ke pihak kami, tetapi mengalir ke kas negara dan bisa kami buktikan," kata Prof. Antara.