Denpasar (ANTARA) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Made Mangku Pastika berpandangan perlu kebijakan khusus agar bank perkreditan rakyat (BPR) di Provinsi Bali tetap bisa bertahan di tengah sejumlah tantangan dampak pandemi COVID-19.
"Posisi BPR akan makin sulit karena menghadapi persaingan yang semakin ketat. Sekarang bank-bank umum yang besar-besar juga sudah langsung mencari nasabah ke bawah," kata Pastika saat mengadakan reses dengan jajaran Perbarindo Bali, di Denpasar, Selasa.
Reses yang dihadiri Ketua Perbarindo (Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia) Bali Ketut Wiratjana dan jajarannya tersebut, mengangkat tema "Peranan Perbarindo dalam Pemulihan Perekonomian: Tantangan dan Solusinya" .
Menurut mantan Gubernur Bali dua periode itu, BPR yang dulu cukup menjadi primadona di masyarakat, kini dihadapkan pada berbagai tantangan karena pandemi COVID-19.
Baca juga: Pemprov Bali dan BPR Kanti bahas "Penguatan Lembaga Keuangan"
Pada satu sisi tetap harus menyediakan uang dengan jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nasabah, namun di sisi lain BPR juga banyak kesulitan likuiditas. Selain itu, sejumlah hak yang diterima bank umum, tidak diterima oleh BPR.
"Kondisi ekonomi kita sekarang juga tidak baik baik saja, meskipun di Bali pertumbuhan ekonominya sudah positif. Karena yang diukur itu 'kan ekonomi makronya, sedangkan BPR dalam menjalankan fungsinya bersentuhan dengan ekonomi mikro," ujar Pastika.
Ketua Perbarindo Bali Ketut Wiratjana mengatakan kondisi BPR di Bali cukup berat akibat terdampak pandemi COVID-19. Dari 133 BPR, total asetnya mencapai Rp18 triliun, Dana Pihak Ketiga (DPK) Rp13 triliun lebih, dan kredit tersalur Rp12 triliun lebih.
"Untuk pertumbuhan aset tercatat 4 persen lebih, kreditnya 5 persen dan DPK 4 persen. BPR menyerap 5.800 tenaga kerja," ujarnya pula.
Di tengah lesunya perekonomian akibat dampak pandemi, BPR juga menghadapi tantangan dari sisi regulasi seperti kebijakan restrukturisasi kredit. Dari 133 BPR di Provinsi Bali, sebanyak 87 BPR mengalami gagal restrukturisasi, sehingga berdampak pada modal.
"Relaksasi diperpanjang, tetapi kami harus tetap mengeluarkan operasional, sementara pemegang saham asetnya tidak bisa dicairkan segera," katanya sembari berharap agar ada revisi UU Perbankan yang lebih memihak pada BPR.
BPR juga menghadapi tantangan dengan kebijakan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) yang hanya memberikan batas penjaminan maksimal Rp2 miliar. Sementara banyak yang menyimpan dananya hingga puluhan miliar rupiah. Akibatnya nasabah besar ini menarik dananya.
Baca juga: Ketua DPD apresiasi Pemprov Bali dalam sinergi lembaga keuangan mikro
Pengurus Perbarindo Ngurah Budiawan menambahkan, sebenarnya BPR cukup berkontribusi bagi negara, penyerapan tenaga kerja, pajak dan kontribusi CSR (corporate social responsibilty).
Selama ini BPR secara regulasi juga tidak diizinkan untuk mendapatkan subsidi bunga, sedangkan bank umum yang sudah besar-besar berhak mendapatkan subsidi bunga.
Anggota DPD: Kebijakan khusus diperlukan agar BPR di Bali bertahan
Rabu, 12 Oktober 2022 2:37 WIB