Denpasar (Antara Bali) - Perupa Made Wianta kembali memamerkan ribuan karyanya di Gaya Art Space, Sayan, Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali, dengan tajuk "Space on Space" yang dimaknakan sebagai menciptakan ruang di dalam ruang.
Pada pembukaan pameran, Minggu, yang akan berlangsung sebulan hingga 20 Januari 2010 tersebut, sekitar 3.000 lukisan yang dibuat Wianta tahun 1980-an hingga 2000-an dipasang secara atraktif, menutup hampir seluruh dinding galeri.
Karya lukisan berukuran 42 x 52 hingga 40 x 60 sentimeter yang belum pernah dipamerkan tersebut disusun atraktif menutup permukaan dinding, sehingga menciptakan ruang dan dimensi tersendiri.
"Karya karya tersebut belum pernah saya pamerkan. Mudah-mudahan bisa menambah khazanah tentang perjalanan kreativitas saya sebagai perupa dalam periode itu," ucap Wianta.
Ia berharap, melalui pameran kali ini yang disusun rapat, antarlukisan terkesan berdesakan, mampu menampilkan sesuatu yang secara optik bisa merangsang imajinasi baru. "Saya baru menyadari, begitu banyak lukisan yang saya buat dan layak pajang. Ruangannya sampai tidak mampu menampung," ucapnya.
Karya yang dipamerkan merupakan bagian dari 25.000 karya sket, drawing, dan lukisan Wianta yang tersimpan dengan rapi di studionya.
Menurut Wianta, ada beberapa periodisasi karya hasil eksperimen yang kini masih tersimpan dan belum pernah dipamerkan ke publik.
Kurator Kun Adnyana menilai, Wianta yang 20 Desember 2009 tepat berusia 60 tahun, merupakan salah seorang perupa yang secara sadar memahami pemanggungan seni rupa di ruang galeri sebagai ruang penciptaan peristiwa.
Menurut dia, Wianta memahami dasar penyajian tersebut layaknya kerja penyutradaraan, pembingkaian ruang dan waktu menjadi keruangan dan kewaktuan multilapis. "Di sini peristiwa tatapan menyentuh perkara kognitif dan estetika, karena semuanya bertalian dengan kesadaran intelektual," ucap Kun.
Pameran ini dinilai mampu menjadikan elemen visual seni rupa sebagai aktor-aktor yang diarensemeni oleh seorang yang bernama perupa. "Sesungguhnya ia seorang sutradara pula,? tutur Kun yang juga dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.
Sebagai praktek seni rupa, kata Kun, imaji-imaji visual dalam pameran ini mampu menyulut pemikiran ulang tentang dimensi, ukuran (skala) dan ruang. Bacaan paling konvensional tentang unsur dasar atau elemen seni rupa biasanya hanya berhenti pada diskusi tentang warna, garis, dan bentuk. Sementara dalam praktek pemanggungan seni rupa, klasifikasi unsur dasar ini telah mengalami perluasan.
Menurut dia, Wianta menyadari pameran tersebut akan berhasil mengorbitkan impresi para pengapreasiasi, ketika elemen dasar seni rupa diperluas sekaligus ditata dengan ilmu pengetahuan seni rupa. Salah satunya, bagaimana dimensi dua seni lukis menunjuk ke keruangan yang sebenarnya, tanpa menghilangkan ruang imajinernya yang lekat.
Kun menjelaskan, pameran ini searah dengan konsep baru seni lukis kontemporer, yakni bagaimana seni lukis tidak hanya sebagai lukisan, melainkan juga merepresentasikan ide tentang lukisan.
Pandangan ini memperluas jangkauan seni lukis, dari sebelumnya sebatas menuangkan ide-ide menjadi lukisan, kini juga menimbang ide-ide tentang penciptaan (konsep) lukisan baru. "Wianta menata sedemikian rupa karyanya untuk menciptakan dimensi baru seni lukis. Lukisan menjadi elemen lukisan," jelas Kun.
Pameran ini memposisikan seni lukis tidak hanya berdimensi ganda, tetapi telah meruang. "Seni lukis yang luruh dalam keruangan arsitektural. Dinikmati bukan hanya dari permukaan luar, melainkan juga permukaan dalam. Dimensi ini mengurung para penatapnya ke dalam ruang penuh sensasi," tambahnya. (*)