Oleh I Ketut Sutika
Denpasar (Antara Bali) - Aneka jenis buah-buah hasil produksi pertanian Bali ditata sedemikian rupa yang tampak indah dan serasi dengan sayur mayur aneka jenis pangan lainnya dalam sebuah stan.
Puluhan stan yang berderet menjual hasil-hasil pertanian lokal memang dirancang secara khusus, sebagai upaya memperbaiki sistem pemasaran hasil pertanian di Pulau Dewata, tutur Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali, Ida Bagus Wisnuardana, di Denpasar, Minggu.
Pemprov Bali memperbaiki sistem pemasaran hasil pertanian dalam arti luas dalam kemasan festival agribisnis yang melibatkan kelompok-kelompok tani dengan harapan mampu menarik perhatian konsumen.
Kegiatan selama dua hari pekan lalu itu melibatkan 40 kelompok tani binaan Pemprov Bali dengan harapan dapat dilakukan secara berkesinambungan, minimal sekali dalam sebulan untuk membantu pemasaran hasil-hasil pertanian yang diproses secara ramah lingkungan dengan harga yang terjangkau.
Rintisan kegiatan itu bertujuan, memperkenalkan dan memasyarakatkan keberadaan produk pertanian lokal serta menumbuhkan kecintaan terhadap produk pertanian dalam negeri.
Cara yang ditempuh itu dinilai cukup efektif untuk memperkenalkan dan mempromosikan produk lokal di tengah ketatnya persaingan produk pertanian impor dalam perdagangan bebas.
Lokasi pelaksanaan festival agribisnis sengaja memilih tempat yang strategis mudah dijangkau dari semua arah, sehingga kegiatan pemasaran mendapat perhatian besar dari masyarakat.
Lapangan Niti Mandala Renon, tempat festival agribisnis berlangsung, sehari-harinya terutama pagi dan sore cukup ramai dikunjungi masyarakat untuk melakukan kegiatan olahraga dan rekreasi.
Hal itu akibat semakin terbatasnya ruang-ruang terbuka di Kota Denpasar dan sekitarnya.
Hindari Impor
Guru Besar Universitas Udayana Prof Dr I Wayan Windia mengatakan, sekelompok kalangan intelektual di Bali sebenarnya sejak lama telah mengajak dan mengharapkan masyarakat untuk mengkonsumsi buah lokal dan hasil pertanian lainnya, sebagai upaya menghindari mengkonsumsi buah impor, sekaligus menghemat devisa negara, serta mengangkat harkat dan martabat petani setempat.
Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Pertanian setempat terus berupaya mengajak kalangan hotel dan restoran untuk menyuguhkan buah lokal kepada wisatawan mancanegara yang sedang berliburan di Pulau Dewata.
Upaya yang dilakukan itu belum membuahkan hasil yang maksimal, sehingga berbagai upaya dan terobosan terus dilakukan dengan harapan mampu mensejajarkan hasil pertanian Bali di tingkat nasional maupun di pasaran ekspor.
Oleh sebab itu pemerintah Provinsi Bali, pemerintah kabupaten dan kota perlu memberikan dorongan dan mengajak masyarakat setempat untuk memanfaatkan dan mengkonsumsi hasil pertanian lokal.
Dorongan dan ajakan yang dilakukan secara terus menerus, diharapkan pada satu saat nanti akan mampu menyadarkan masyarakat untuk memanfaatkan hasil pertanian lokal dan menghindari mengkonsumsi buah-buah impor, ujar Prof Windia yang mengaku diri dan keluarganya tidak pernah mengkonsumsi buah impor.
Pria kelahiran Gianyar 60 tahun silam itu menyadari, upaya untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap hasil pertanian luar negeri itu cukup sulit dan perlu waktu yang panjang.
Masalahnya, masyarakat sudah merasa keenakan mengkonsumsi hasil pertanian impor, khususnya buah-buahan yang memang mutu dan rasanya lebih enak dibanding buah lokal.
Namun demikian, pemerintah mempunyai kemampuan untuk menekan hal itu, niscaya secara perlahan masyarakat akan mulai mencintai dan menggandrungi hasil kebunnya sendiri.
Dengan demikian secara tidak langsung akan mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani Bali, sesuai tekad dan harapan Gubernur Bali Made Mangku Pastika untuk meningkatkan penghasilan petani dua kali lipat dalam kurun waktu lima tahun masa jabatannya, 2008-2013.
Terobosan Bantu Petani
Asisten III Pemerintah Provinsi Bali, Made Santha, mewakili Gubernur Bali menyambut baik terobosan yang dilakukan dalam membantu petani memasarkan hasil produksi pertanian.
Upaya dan terobosan itu penting dilakukan, mengingat di tengah era globalisasi, pemerintah bersama masyarakat perlu menyiapkan ketahanan pasar domestik melalui peningkatan kualitas dan nilai tambah produk pertanian.
Bali tidak hanya menjadi sasaran produk pertanian dari daerah lain di Indonesia maupun luar negeri, namun harus mampu menjadi tuan di daerah sendiri.
Bali secara bertahap mengembangkan pertanian organik yang dilakukan melalui sistem pertanian terintegrasi (Simantri). Tahun 2012 kembali membangun 100 unit simantri, sehingga totalnya kini mencapai 250 unit.
Simantri dibangun dalam satu kawasan melibatkan kelompok-kelompok tani memadukan kegiatan sektor pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan.
Simantri menargetkan pencapaian produk pertanian yang sehat, aman dikonsumsi dan mempunyai kandungan gizi yang baik, semuanya diproses melalui sistem pertanian ramah lungkungan tanpa menggunakan festisida maupun pupuk kimia.
Sedikitnya sembilan kelompok tani di Bali dalam proses produksi ramah lingkungan itu sudah mengantongi pupuk organik, antara lain untuk komoditi pisang, pepaya, manggis, salak, padi, jahe, dan sayur-mayur.
Dengan demikian produk pertanian Bali itu mulai menembus pasaran ekspor, terutama negara-negara di Asia di antaranya Timor Leste, Singapura dan Hongkong, tutur Made Santha.(*/T007)