Oleh Masnun
Hamparan pasir putih dihiasi cemara laut (Casuarina equisetifolia L.) serta panorama bawah laut dengan berbagai spesies ikan hias maupun terumbu karang, menambah keindahan obyek wisata Gili (pulau kecil) Terawangan.
Pulau kecil yang kini menjadi objek wisata berkelas dunia itu hingga kini masih menjadi salah satu daerah tujuan wisata bebas polusi terutama pencemaran udara akibat emisi gas buang dari knalpot kendaraan bermotor.
Ini menjadi salah satu daya tarik objek wisata yang pada zaman penjajahan puluhan tahun silam pernah dijadikan benteng pertahanan oleh tentara Jepang. Para wisatawan bisa menikmati keindahan alam di pulau kecil ini dengan nyaman tanpa pencemaran udara dari emisi gas buang kendaraan bermotor.
Setidaknya rata-rata 1.300 wisatawan berkunjung ke objek wisata bahari yang menjadi ikon pariwisata NTB itu. Selama 2011 jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang melancong ke Gili Trawangan tercatat sebanyak 154.475 orang dan wisatawan nusantara (wisnu) 14.103 orang.
Tahun ini, kunjungan wisatawan ke objek wisata yang pernah dijadikan tempat pembuangan narapidana itu meningkat cukup signifikan. Sampai Agustus 2012 saja wisatawan mancanegara yang datang ke Gili Trawangan sebanyak 214.585 dan wistawan nusantara 22.732 orang.
Para pelancong itu datang menggunakan kapal motor melalui Pelabuhan Bangsal dan Teluk Nara di Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara. Tidak sedikit yang datang menggunakan kapal cepat dari Pelabuhan Benoa ke Trawangan.
Namun belakangan muncul tudingan bahwa kehadiran "fast boat" atau kapal cepat yang membawa wisatawan dari Bali itu tidak memberikan kontribusi, justru menambah volume sampah di objek wisata pulau kecil itu. 
 

Izin Dicabut

Kepala Dinas Kebudayaaan dan Pariwisata NTB H Lalu Gita Aryadi meminta izin operasional kapal cepat yang mengangkut wisatawan dari Bali ke Gili Trawangan dicabut dengan alasan tidak memberikan keuntungan bagi daerah terutama Kabupaten Lombok Utara.
Sebagian besar dari wisatawan yang menumpang kapal cepat itu hanya melakukan perjalanan singkat ke Gili Trawangan, mereka hanya berekreasi kemudian kembali dan menginap di Bali. Bahkan mereka membawa makanan dari Bali, sehingga wisatawan itu hanya menambah volume sampah di Gili Trawangan.
Gita akan meminta Kementerian Perhubungan untuk mengevaluasi izin operasional kapal cepat, bahkan jika perlu izinnya dicabut.
Meskipun menguntungkan wisatawan dan pengusaha kapal, "fast boat" itu kurang memberi manfaat bagi warga setempat.
"Tidak ada kontribusi terhadap masyarakat sekitar. Kalau bisa ditutup saja atau setidaknya dibatasi karena tidak menguntungkan masyarakat," katanya ketika berbicara di hadapan peserta Forum Konsolidasi dan Kordinasi Pemasaran Pariwisata se-NTB., Rabu, 26 September 2012.
Benarkah kapal cepat yang melayani rute Bali-Trawangan itu tidak memberikan kontribusi terhadap masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Lombok Utara. Apakah kehadiran fast boat itu merupakan "berkah" atau justru sebaliknya hanya mendatangkan "masalah".
Bagi Pemerintah Kabupaten Lombok Utara anggapan itu tidak sepenuhnya benar. Ada keuntungan yang bisa diperoleh dari kehadiran kapal cepat itu. Kendati saat ini "berkah" itu belum sepenuhnya bisa dinikmati.
Karena itu ada yang berpendapat, kapal cepat yang membawa wisatawan mancanegara dari Pelabuhan Benoa, Bali ke Gili Trawangan, Lombok Utara, tidak perlu dihentikan karena memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD).
Kepala Bidang Pariwisata Dinas Perhubungan Pariwisata Komunikasi dan Informatika (Dishubparkominfo) Kabupaten Lombok Utara Abdul Azis Abubakar di Tanjung, Kamis, mengatakan kehadiran kapal cepat yang rata-rata membawa 400 wisatawan per hari itu cukup menguntungkan.
"Kami tidak setuju izin operasional kapal cepat Bali-Gili Trawangan dicabut, karena kehadiran kapal yang mengangkut ratusan wisatawan itu akan memberikan kontribusi cukup besar bagi PAD. Saat ini memang belum ada pemasukan untuk daerah, kami targetkan mulai 2013 sudah mulai ada retribusi," ujarnya.
Namun, katanya, sebagian dari wisatawan penumpang kapal cepat itu menginap di Gili Trawangan, bahkan ada yang menginap tiga hingga empat hari, tidak semuanya hanya datang untuk berwisata kemudian kembali lagi ke Bali.
Wisatawan yang menginap dan makan di Gili Trawangan itu, menurut Azis, akan memberikan kontribusi dalam bentuk pajak hotel dan restoran (PHR). Jadi saat ini sebenarnya kehadiran wisatawan yang menumpang kapal cepat itu telah memberikan kontribusi untuk Lombok Utara.
Azis mengakui bahwa penumpang kapal cepat yang datang dari Bali belum dikenai pungutan apa pun. Namun ia mengatakan bahwa sebenarnya kapal cepat itu sudah memberikan kompensasi kepada Koperasi Karya Bahari. Untuk calon penumpang yang hendak meninggalkan Gili Trawangan dikenai pungutan Rp 20 ribu per orang.
Terkait dengan rencana pemungutan retribusi mulai 2013 itu Pemerintah Kabupaten Lombk Utara sudah menyiapkan regulasi berupa peraturan daerah (Perda) No. 5/2010 tentang Retribusi Jasa Usaha Pariwisata, dan juga sedang dilakukan pembenahan destinasi termasuk di Gili Trawangan.
Dalam Perda tersebut antara lain mengatur tentang besarnya retribusi tiket masuk untuk wisatawan lokal sebesar Rp2.000 per orang dan wisatawan asing Rp5.000 per orang. 

Selain itu, katanya, akan diatur soal retribusi terhadap kapal yang berlabuh di pelabuhan dan retribusi kebersihan di objek wisata.


Kehadiran kapal cepat yang melayani rute Bali-Gili Trawangan dinilai cukup membantu mendatangkan wisatawan mancanegara, karena fast boat itu membawa cukup banyak penumpang langsung dari Benoa, Serangan dan Padang Bai, Bali.
Setiap hari ada 18 kapal cepat yang masing-masing memuat 20-30 orang atau sekitar 400 orang per hari. Tarif transportasi laut tersebut Rp350.000 per orang dengan waktu tempuh Bali-Trawangan 1,5-2 jam. 

Berbeda jika harus menggunakan kapal feri Padangbai-Lembar yang tarifnya relatif murah, yakni Rp 15.000, tetapi membutuhkan waktu cukup lama karena harus berpindah angkutan untuk melanjutkan perjalanan menuju pelabuhan Bangsal di Kecamatan Pemenang, Lombok Utara sebelum menyeberang menggunakan perahu motor ke Gili Trawangan.
Demikian juga kalau menggunakan pesawat udara. Selain ongkosnya relatif sama dengan kapal cepat, wisatawan masih harus berpindah angkutan lagi dari Bandara Internasional Lombok ke Bangsal yang jaraknya sejauh 75 kilometer.
Wakil Bupati Lombok Utara H Najmul Ahyar juga mengisyaratkan bahwa kehadiran kapal cepat itu merupakan "berkah" bagi pariwisata bagi kabupaten yang kini memasuki usia empat tahun ini.
Ia mengaku sempat khawatir dengan beropeprasinya Bandara Internasional Lombok (BIL) akan menyebabkan Gili Trawangan sepi pengunjung karena jauh dari bandara, ternyata tidak terbukti justru malah sebaliknya semakin ramai.
"Saat ini banyak wisatawan yang datang menggunakan kapal cepat dari Nusa Penida dan Pelabuhan Benoa, Bali langsun ke Gili Trawangan. Karena dari Trawangan ke Bali atau sebaliknya hanya membutuhkan waktu 1,5 jam," katanya.
Dalam kaitan itu, kata Najmul, pihaknya kini tengah melobi investor untuk memperbanyak transportasi laut dari Bali ke tiga gili khususnya Gili Trawangan. Saat ini kapal cepat yang beroperasi empat kapal setiap hari.
Menurut dia, kapal cepat yang melayani lintas Trawangan-Bali selalu penuh, karena itu peluang untuk menambah transportasi laut untuk jalur Trawangan-Bali masih terbuka.
Najmul berharap Keindahan wisata bahari dengan pantai pasir putih yang masih bersih menyebabkan sebuah pulau kecil di Kecamatan Pemenang, Lombok Utara, NTB berpotensi bisa menandingi obyek wisata di Bali.
"Bukan tidak mungkin suatu saat potensi wisata Gili itu bisa melampaui Bali yang sudah terkenal di dunia," kata Najmul.
Karena itu Pemerintah Kabupaten Lombok Utara akan terus menerus melakukan pembenahan obyek wisata Gili Trawangan agar suatu saat nanti bisa melebihi Bali. Kehadiran kapal cepat itu diharapkan bisa mewujudkan impian itu.(*/M038/T007)