Denpasar (ANTARA) - Sanggar Seni Tabuh dan Tari Sarining Sunari, Desa Marga Dajan Puri, Kabupaten Tabanan, Bali tampil membawakan rekasadana (pergelaran) Topeng Panca dalam ajang Pesta Kesenian Bali ke-44 dengan membawa pesan pelaksanaan kearifan lokal Sad Kerthi.
"Kami sangat senang bisa tampil untuk pertama kali dalam ajang Pesta Kesenian Bali," kata Ketua Sanggar Seni Tabuh dan Tari Sarining Sunari I Nyoman Sujana di sela-sela pementasan di Taman Budaya Provinsi Bali, di Denpasar, Jumat.
Pergelaran yang melibatkan lima penari dan 24 penabuh di Kalangan Ayodya tersebut disambut antusias oleh para penonton yang memenuhi panggung yang berada di arah timur laut Taman Budaya Provinsi Bali itu.
Pergelaran Topeng Panca kali ini mengangkat judul "Bisama Sire Kubayan Sakti untuk Melaksanakan Sad Kerthi". Judul tersebut juga dikaitkan dengan tema pelaksanaan PKB tahun ini yakni Danu Kerthi: Huluning Amreta, Memuliakan Air Sumber Kehidupan.
Kearifan lokal Sad Kerthi sebagai enam sumber kesejahteraan dan kebahagiaan kehidupan itu terdiri dari Atma Kerthi (penyucian dan pemuliaan jiwa), Segara Kerthi (pemuliaan pantai dan laut), dan Danu Kerthi (pemuliaan sumber air).
Kemudian Wana Kerthi (penyucian dan pemuliaan tumbuh-tumbuhan), Jana Kerthi (pemuliaan manusia) dan Jagat Kerthi (penyucian dan pemuliaan alam semesta).
Sebelum masuk kepada cerita inti, pergelaran diawali dengan tabuh, dilanjutkan tari Topeng Keras Penglembar kemudian tari Topeng Tua dan tari Topeng Arsa Wijaya. Kemudian tokoh Penasar dan Kartala dengan sejumlah leluconnya berhasil mengocok perut penonton.
Sembari membawakan leluconnya, tokoh Penasar dan Kartala juga berinteraksi dengan penonton. Kedua tokoh tersebut sempat mengajukan pertanyaan kepada para penonton.
"Untuk penampilan perdana ini kami memang memilih para pemain-pemain senior yang sudah berpengalaman. Tetapi ke depannya, kami harapkan mereka ini juga bisa menularkan kepada anggota sanggar yang lainnya," ujar Sujana.
Pihaknya berharap melalui pergelaran dengan proses latihan yang dilakukan sejak April 2022 tersebut menjadi salah satu kontribusi sanggarnya untuk melestarikan kesenian Bali, sekaligus menarik minat generasi muda agar mau menekuni tari topeng.
Cerita Bisama Sire Kubayan Sakti untuk Melaksanakan Sad Kerthi tersebut pada awalnya mengisahkan raja bernama Sri Dalem Sukreanti dari Kerajaan Cina diiringi oleh patihnya Ki Demang Cokong melaksanakan pelayaran berkeinginan mengelilingi dunia. Pada akhirnya kapal terdampar di Pantai Jimbaran, karena surutnya air laut.
Kemudian Sri Dalem Sukeranti turun dan menetap di suatu wilayah yang diberi nama Jong, yang berarti kapal atau perahu. Di wilayah itu didirikan pura untuk memuja leluhur raja itu, pura tersebut diberi nama pura purusa ada atau yang lebih dikenal sekarang Pura Purusada.
Sri Dalam Sukeranti melakukan perjalanan ke sejumlah pura di Bali, saat di Pura Goa Lawah ia mendapatkan wangsit agar mencari pura dengan nama Naga Loka dan Naga Gombang.
Tanpa berpikir panjang, ia pergi ke arah barat dan sesampai di daerah Soka, ia menerima bisama agar menuju Alas Tumuuh, yang tempatnya di sekitaran Gunung Batukau. Di tempat tersebut akan digunakan untuk membangun pura dan puri.
Sesuai dengan petunjuk Naga Gombang dan Naga Loka, akhirnya tiba di Alas Tumuuh. Belum sampai merebas hutan, datanglah Sire Kubayan Sakti selaku penguasa Alas Tumuuh.
Sire Kubayan Sakti datang untuk bertanya, dari mana dan tujuan merebas hutan. Dari wejangan itu ada bisama untuk Dalem Sukeranti agar membuat pemujaan terhadap Ida Betara Puncak Kedaton atau lebih dikenal sebagai Kedatoan yang berstana di puncak Gunung Batukau dengan membuat Pura Batukau dan melaksanakan Tri Canda.
Tri Canda adalah memelihara air, tumbuh-tumbuhan dan udara. Memelihara air untuk melaksanakan Danu Kerthi, memelihara tumbuh-tumbuhan dan udara untuk melaksanakan Wana Kerthi.
Setelah melaksanakan Tri Canda, Dalem Sukeranti diminta untuk kembali ke wilayah Jong untuk melaksanakan Atma Kerthi, Jana Kerthi, dan Segara Kerthi.