Denpasar (ANTARA) - Kepala Ombudsman RI Provinsi Bali, Umar Ibnu Alkhatab, mengakhiri tugas selama 10 tahun memimpin lembaga negara itu (Juni 2012 - Juni 2022) dengan mewariskan buku bertajuk "Kisah Seorang Pionir - Sepuluh Tahun Memandu Ombudsman Bali".
Buku yang diluncurkan dengan diskusi bedah buku bersama wartawan dan "sahabat" yakni Prof. DR I Nengah Dasi Astawa (Kepala LLDikti Bali), Wahyu Budi Nugroho, S.Sos, M.A (Sosiolog Universitas Udayana Bali), dan Arnoldus Dhae, S.Fil, M.Th (wartawan) itu dilaksanakan di sebuah kedai kopi di Kota Denpasar, Selasa.
"Saya sengaja mengajak wartawan dan sahabat dalam peluncuran buku ini, karena saya merasa dibesarkan teman-teman media. Kalau tidak banyak ditulis teman-teman, saya kira masyarakat tidak banyak yang tahu tentang Ombudsman," kata Umar dalam pengantar diskusi bedah buku itu.
Tentang judul "pionir" dalam buku setebal 300 halaman itu, Umar yang alumnus UGM Yogyakarta itu mengaku bukan bermaksud membanggakan diri atau sombong, karena pionir di situ bermakna pemula atau perintis, mirip "pion" dalam bidak catur yang bermakna pembuka jalan bagi orang lain.
Baca juga: Pemkot Denpasar-Ombudsman Bali sinergikan pelayanan publik
"Karena itu, saya tulis buku itu apa adanya. Teman-teman tahu bahwa saya tidak kayak pejabat atau elite, tapi saya adalah masyarakat biasa yang diberi amanah, tapi saya tidak berjarak dengan siapapun, saya kos, naik motor, ngojek, ngopi, dan semacamnya," kata mantan aktivis HMI itu.
Bahkan, katanya, buku yang diluncurkan menjelang akhir jabatannya pada Juni 2022 itu merupakan warisan atau peninggalan yang bisa diberikan kepada masyarakat Bali. "Buku ini merupakan penanda akhir tugas saya sebagai Ombudsman, penanda bahwa saya pernah bertugas di Bali," kata Umar yang kini sedang menyelesaikan tesis di Universitas Ngurah Rai, Bali itu.
Dalam kesempatan itu, wartawan senior Bali, Arnoldus Dhae, S.Fil, M.Th, mengaku tertarik dengan kesederhanaan Umar yang tidak diketahui bila Umar merupakan anak tokoh masyarakat di daerahnya di Flores. "Pesan yang saya ingat adalah jangan hanya jadi wartawan tapi usahakan jadi penulis," katanya.
Penilaian senada disampaikan sosiolog Unud, Wahyu Budi Nugroho, S.Sos, M.A. "Mungkin saja judul 'pionir' itu vulgar, tapi saya trenyuh membaca buku karya Pak Umar. Orangnya rendah hati, kos, mengaku gaji kecil, makan di warung, ngojek, dan kerendahan hati lainnya. Itu sulit ditemukan tanpa kejujuran," katanya.
Baca juga: Ombudsman Bali janji tetap kritis meski terima hibah aset
Dalam bertugas, Umar menerapkan konsep identitas naratif yang merupakan subjek yang strukturalis atau patuh UU yang dalam situasi kekinian merupakan sosok yang bersikap revolusioner. "Jadi, buku ini bisa jadi panduan tentang apa dan bagaimana Ombudsman, meski buku ini berkisar tentang otobiografi," katanya.
Sementara itu, Kepala LLDikti Bali Prof. DR I Nengah Dasi Astawa menilai Umar merupakan pemimpin yang sukses dan memiliki idealisme langka. "Sebagai pemimpin, Pak Umar berposisi hit and run. Beliau berbaur atau cair dengan siapapun, tapi beliau tidak larut. Saya mengajak beliau makan, tapi beliau menilai diri saya tanpa sepengetahuan saya," katanya.
Oleh karena itu, Pak Umar bisa saja "tamat" dalam jabatan yang dilakoni selama 10 tahun, namun sosoknya belum "tamat", karena Pak Umar bisa menjadi kiblat, "trendsetter", referensi, contoh/teladan, dan panutan. "Dan, apa yang dilakukan Pak Umar juga bisa menjadi pemandu untuk Ombudsman ke depan itu sebaiknya seperti apa," katanya.
Dalam buku itu, ada catatan kerja sama Ombudsman Perwakilan Bali dengan Kantor Berita ANTARA Biro Bali (halaman 52 dan 78). Kerja sama itu disebut sebagai "pionir" kerja sama Ombudsman-media, yang bertujuan agar masyarakat mengenal "tupoksi" Ombudsman untuk meningkatkan pelayanan publik menjadi semakin baik.
"Terima kasih. Kutipan berita ANTARA juga dilampirkan Pak Umar pada halaman 294-298 dalam buku itu, bahkan pada halaman 267 juga ada foto Pak Umar ketika berkunjung ke kantor ANTARA Biro Bali," kata Edy M Ya'kub disela-sela acara peluncuran itu.