Denpasar (ANTARA) - Polda Bali mendorong pejabat negara di lingkungan internal polda melaporkan kekayaan LHKPN sebagai salah satu bentuk pencegahan tindak pidana korupsi.
"Polda Bali mengawali dari internal institusi, yaitu mendorong kepatuhan Pejabat Negara di jajaran Polda Bali untuk taat dalam empat pelaporan harta kekayaan melalui LHKPN. Total sebanyak 94,27 persen sudah melaporkan LHKPN yaitu dari 682 jabatan yang wajib LHKPN dan terdapat 141 jabatan yang kosong," kata Kapolda Bali Irjen Pol. Putu Jayan Danu Putra dalam siaran persnya yang diterima di Denpasar Bali, Selasa.
Kapolda mengatakan dari 541 jabatan terisi, yang wajib lapor LHKPN terdapat 510 yang sudah melaporkan LHKPN dan 31 pejabat yang belum melaporkan LHKPN. Lalu, sebanyak 31 pejabat tersebut masih dalam proses, karena jabatan tersebut beberapa waktu yang lalu telah dilakukan pergantian pejabat.
“Polda Bali telah berupaya untuk mewujudkan Zona Integritas, yang mana pada Tahun 2019 terdapat dua Polres yaitu Polres Tabanan dan Polres Gianyar yang sudah lima mendapatkan predikat WBK sedangkan di tahun 2020 terdapat dua satker Polda yaitu Polres Buleleng dan Ditreskrimum dan pada tahun ini sedang proses penilaian untuk mendapat predikat WBBM,” katanya.
Baca juga: Di Bali, KPK tekankan sinergitas penanganan korupsi
Ia menambahkan bahwa Polda Bali dan jajaran memiliki 74 personel yang bertugas menangani perkara tindak pidana korupsi dan di sebar ke seluruh wilayah hukum Polda Bali.
Adapun jumlah personel perwira yang bertugas sebanyak satu sampai dua personel dan personel bintara sebanyak tiga sampai tujuh personel di masing-masing Polres.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan terkait dengan harta kekayaan pejabat daerah yang dinilai mengalami kenaikan selama pandemi, itu bisa diperoleh dari sumber penghasilan yang naik dan adanya kenaikan dari nilai aset.
"Ini yang mungkin perlu penyempurnaan evaluasi dan sistem pelaporan di LHKPN. Yang paling riil itu laporan LHKPN ke KPK harus sesuai dengan harga beli, karena langsung bisa disandingkan, pada saat itu orang beli aset berapa dan penghasilannya berapa. Jadi tidak bisa kenaikan aset semata mata dari nilai aset yang sebetulnya belum direalisasikan keuntungannya, karena masih menguasai tanah itu," jelasnya.
Baca juga: KPK minta aset daerah dikelola secara akuntabel cegah korupsi
Selain itu, bisa juga karena faktor penambahan penghasilan dari pejabat itu sendiri. Kata dia, laporan harta kekayaan pejabat baik penyelenggara pusat dan daerah bisa disandingkan dengan tahun sebelumnya. "Jadi bisa dilihat sandingannya dengan tahun lalu kenaikannya, kalau pejabat tersebut dilaporkan asetnya tidak berubah, ya seolah-olah jadinya tidak ada penambahan terhadap asetnya seperti itu," katanya.