Denpasar (ANTARA) - Tahun ini, Hari Batik Nasional agaknya memiliki keistimewaan dengan kembalinya batik-batik tenun tradisional di "Pulau Dewata", Bali, menjadi pakaian keseharian masyarakat.
Hari Batik Nasional diperingati setiap 2 Oktober, sejak penetapan melalui Sidang UNESCO (Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan) di Abu Dhabi pada 2009, sebagai "Intangible Cultural Heritage" (ICH), warisan budaya takbenda.
Betapa tidak, Hari Batik Nasional 2021 di Bali itu ditandai dengan dua keistimewaan. Pertama, terbitnya Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 04 Tahun 2021 tentang Penggunaan Kain Tenun Endek Bali/Kain Tenun Tradisional Bali. SE itu memberlakukan penggunaan batik Endek di Bali pada setiap Selasa terhitung mulai 23 Februari 2021.
Artinya, Hari Batik Nasional tahun ini di Bali lebih semarak dengan "keharusan" warga menggunakan Batik Endek atau Endek pada setiap Selasa, sejak 23 Februari 2021. Batik lebih "menghiasi" pulau ini, karena Endek menjadi keseharian masyarakat.
"Pemerintah dan masyarakat Bali harus berpihak dan berkomitmen terhadap sumber daya lokal dengan berperan aktif untuk melestarikan, melindungi, dan memberdayakan kain tenun Endek Bali," ujar Gubernur Bali I Wayan Koster dalam penjelasan terkait dengan SE Gubernur Bali Nomor 04 Tahun 2021 di Denpasar pada 11 Februari 2021.
Ensiklopedia "Wikipedia" mencatat Endek adalah kain tenun yang berasal dari Bali. Kain Endek merupakan hasil dari karya seni rupa terapan, yang berarti karya seni yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Endek berasal dari kata "gendekan" atau "ngendek" yang berarti diam atau tetap, tidak berubah warnanya.
Kegiatan menenun atau pertenunan Endek di Bali dapat dijumpai di Kabupaten Karangasem, Klungkung, Gianyar, Buleleng, Jembrana, dan Kota Denpasar. Tenun ikat Endek memiliki sebutan yang beragam di setiap daerah, Endek yang dibuat di Kabupaten Gianyar dikenal dengan nama Endek Gianyar, di Klungkung terkenal dengan nama Endek Klungkung. Kain Endek mulai berkembang sejak abad ke-16, yaitu masa pemerintahan Raja Dalem Waturenggong di Gelgel, Klungkung.
Kedua, Hari Batik Nasional 2021 juga ditandai dengan perhatian Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno pada perajin kain tenun saat berkunjung ke Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali, dalam rangkaian Anugerah Desa Wisata Indonesia atau ADWI, Jumat (24/9).
Selang dua mingguan menjelang Hari Batik Nasional 2021, Menparekraf Sandiaga Uno memesan 120 kain tenun yang diproduksi perajin di Desa Tenganan, Kabupaten Karangasem. Rencananya, kain tenun ikat itu akan dihadiahkan kepada para pemimpin dunia yang hadir pada perhelatan G20 yang rencananya dilaksanakan di wilayah Bali.
"Kemenparekraf memesan 120 kain tenun untuk perhelatan G20. Jadi tahun depan sudah siap untuk dihadiahkan kepada para pemimpin dunia G20," ujar Sandiaga Uno saat meninjau aktivitas warga setempat yang memproduksi kain tenun Gringsing khas Tenganan dan berbincang dengan para perajin.
Menurut dia, perajin mengeluhkan omzet transaksi penjualan kain tenun yang menurun selama pandemi COVID-19.
"Tenun ini adalah tenun yang "legend' (legenda) dan ikonik sehingga saya ingin mendorong. Semoga pesanan ini menjadi penyemangat ibu-ibu penenun sekaligus bisa membantu para perajin di sini," katanya.
Selain untuk membantu memulihkan kondisi perekonomian masyarakat setempat yang terdampak pandemi, ia berharap pesanan 120 kain tenun tersebut juga dapat membuka lapangan pekerjaan bagi para warga.
"Untuk pengerjaan pesanan 120 kain tenun ini ada sekitar 400 orang yang mengerjakannya. Ada 400 lapangan kerja terbuka dari kunjungan kita dan mudah-mudahan lebih banyak lagi kunjungan ke Desa Tenganan," ungkapnya.
Batik G20
Tidak hanya itu, ia juga berjanji mengajak tamu dan delegasi untuk nantinya melakukan kunjungan ke Desa Wisata Tenganan Pegringsingan dalam rangkaian G20 tahun depan (2022).
"Desa Wisata Tenganan Pegringsingan ini bisa dibilang sudah berkelas dunia dan sudah dikenal oleh seluruh dunia. Peserta G20 akan saya ajak ke Desa Tenganan ini," ujarnya.
Wikipedia mencatat Tenganan sebuah desa tradisional di Pulau Bali. Desa ini terletak di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem di sebelah timur Pulau Bali. Tenganan bisa dicapai dari tempat pariwisata Candi Dasa dengan letak kira-kira 10 kilometer.
Desa Tenganan salah satu desa di antara tiga desa Bali Aga, selain Trunyan dan Sembiran. Bali Aga adalah desa yang masih mempertahankan pola hidup dengan tata masyarakat mengacu pada aturan tradisional adat desa yang diwariskan nenek moyang mereka. Nah, masyarakat Desa Tenganan memiliki kain untuk upacara khusus, yakni Gringsing.
Kain Gringsing adalah satu-satunya kain tenun tradisional Indonesia yang dibuat menggunakan teknik-teknik dobel ikat dan memerlukan waktu 2-5 tahun. Kain ini berasal dari Desa Tenganan. Umumnya, masyarakat Tenganan memiliki kain Gringsing berusia ratusan tahun yang digunakan dalam upacara khusus.
Kata "Gringsing" berasal dari "gring" yang berarti sakit dan "sing" yang berarti tidak. Bila digabungkan menjadi "tidak sakit". Maksud yang terkandung di dalam kata tersebut seperti penolak bala. Di Bali, berbagai upacara, seperti upacara potong gigi, pernikahan, dan upacara keagamaan lain, dilakukan dengan bersandar pada kekuatan kain Gringsing.
Namun, Urs Ramseyer (1984) dalam tulisan berjudul "Clothing, Ritual and Society in Tenganan Pegeringsingan Bali" menduga bahwa Gringsing bukan dari Tenganan, Bali, karena masyarakat Tenganan sebagai sesama penganut Dewa Indra merupakan imigran dari India kuno, sehingga teknik dobel ikat itu diduga melalui pelayaran dari Orrisa atau Andhra Pradesh. Kemungkinan lain, para imigran menguraikan kutipan-kutipan dari beberapa jenis tenun Patola.
Terlepas dari dugaan itu, masyarakat Tenganan konon sudah memiliki warisan leluhur sekitar 20 jenis tenun Gringsing. Namun, hingga 2010, yang masih dikerjakan hanya sekitar 14 jenis, beberapa di antaranya Lubeng yang bercirikan dengan kalajengking dan berfungsi sebagai busana adat dan digunakan dalam upacara keagamaan.
Ada pula motif Sanan Empeg (bercirikan tiga bentuk kotak-kotak/poleng berwarna merah-hitam), lalu ada motif Cecempakaan (bercirikan dengan bunga cempaka dan berfungsi sebagai busana adat dan upacara keagamaan). Lainnya, motif Cemplong (bercirikan dengan bunga besar di antara bunga-bunga kecil sehingga terlihat ada kekosongan antara bunga yang menjadi cemplong. Gringsing cemplong juga berfungsi sebagai busana adat dan upacara agama).
Ada pula motif Gringsing Isi (motifnya semua berisi atau penuh, tidak ada bagian kain yang kosong. Motif ini berfungsi hanya untuk sarana upacara dan ukuran yang ada hanya ukuran Pat Likur atau 24 benang). Selain itu, ada juga motif Wayang yang hanya terdiri atas dua warna, yaitu hitam sebagai latar dan garis putih yang relatif halus untuk membentuk sosok wayang.
Juga, motif Batun Tuung (bercirikan dengan biji terung, digunakan senteng/selendang pada wanita dan sabuk atau ikat pinggang tubumuhan pada pria. Motif ini sudah hampir punah). Motif-motif kuno kain Gringsing lainnya yang masih dikenal adalah Teteledan, Enjekan Siap, Pepare, Gegonggangan, Sitan Pegat, Dinding Ai, Dinding Sigading, dan Talidandan.
Warna dan keunikan desain ikat mulai mengalami perubahan dibandingkan dengan motif kain-kain kuno yang sebagian tersimpan di museum-museum di Eropa, seperti Museum Basel, Swiss. Pada 1972, kelompok peneliti dari Museum Fur Volkerkunde, Basel, membawa foto-foto kain Gringsing yang sebagian sudah tidak ditemukan lagi di Desa Tenganan. Foto-foto tersebut dipelajari dan dibuat kembali oleh masyarakat Tenganan untuk melestarikan motif-motif kuno kain Gringsing.
Ya, Hari Batik Nasional pada tahun ini terasa lebih istimewa dengan kembalinya Batik Endek dan Batik Gringsing menyemarakkan keseharian masyarakat, karena adanya perhatian khusus dari Gubernur Bali dan Menparekraf untuk kedua jenis kain tenun khas "Pulau Dewata" itu.