Denpasar (ANTARA) - Kepolisian Daerah (Polda) Bali meringkus dua komplotan "skimmer" yang dikendalikan oleh jaringan berskala internasional. Komplotan pertama terdiri dari empat pelaku yaitu Aris Said, Endang Indriyawati, Putu Rediarsa dan Christoper B Diaz, yang dikendalikan oleh seorang residivis asal Bulgaria dan terafiliasi dengan pelaku narkoba dari Lapas Kelas IIA Kerobokan. Komplotan kedua, terdiri dari tiga orang yaitu Junaidin, Alamsyah dan Miska yang dikendalikan oleh warga negara asing asal Malaysia yang keberadaannya masih dalam pengejaran pihak Kepolisian Daerah Bali.
"Adapun jumlah korban kasus skimming dari dua komplotan tersebut sebanyak korban 1.000 orang nasabah yang berhasil dijebol dan diambil uang di atmnya, dengan total kerugian Rp3 miliar dari salah satu bank saja," ucap Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Polda Bali AKBP Ambariyadi Wijaya dalam konferensi persnya di Denpasar, Bali, Selasa.
Baca juga: Polisi selidiki dugaan "skimming" di wilayah Kuta-Bali
Ia mengatakan bahwa dua komplotan ini tidak saling berkaitan namun sama-sama dikendalikan oleh warga negara asing. Dari komplotan pertama, dua pelakunya adalah seorang residivis kasus narkoba dan kasus penggelapan.
"Dalam komplotan pertama, ada dua orang yang merupakan seorang residivis penggelapan dan narkoba yang kebetulan satu blok dengan WNA Bulgaria bernama Dogan di LP Kerobokan. Di sana terjadi komunikasi, transfer ilmu dan membuat kesepakatan pada saat keluar mereka yang akan melakukan (skimming) di lapangan," jelasnya.
Sedangkan komplotan kedua yang terdiri dari tiga orang tersebut berasal dari Dompu, NTB dan merupakan seorang mantan tenaga kerja Indonesia (TKI). Komplotan kedua ini mengenal pengendalinya saat menjadi TKI di Malaysia.
Ambariyadi mengatakan bahwa WNA asal Malaysia tersebut sering mengunjungi ketiga pelaku ini di Dompu. "Si WNA sering datang ke rumahnya pelaku di Dompu dua kali, saat datang para pelaku diberikan peralatan skimming dan diajari (skimming) selama empat bulan,"jelasnya.
Komplotan kedua asal Dompu ini melakukan aksinya sejak tahun 2018, dengan memasang alat skimming pada mesin ATM. Kemudian menggandakan kartu yang dikendalikan dari Malaysia untuk selanjutnya ditarik tunai.
"Mereka merupakan pelaku lintas negara dan provinsi. Adapun lokasi yang pernah dijadikan tempat aksi kejahatan yaitu Bali, Tarakan, Surabaya, Jember, Solo, Bima, Sumbawa, Kupang dan Palembang," ucapnya.
Ia mengatakan bentuk laporan yang diterima, diantaranya nasabah yang mengaku kehilangan saldo dari Rp5 juta menjadi Rp500 ribu, dan ada juga hingga kehilangan ratusan juta.
Para pelaku saat ini ditahan di Rutan Polda Bali, karena diduga melanggar Pasal 30 Jo Pasal 46 UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan Atas Undang-undang RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman penjara paling lama delapan tahun dan denda Rp800 juta.