Denpasar (Antara Bali) - Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin mengusulkan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) tidak harus diseragamkan di semua provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia.
"Di wilayah kita yang masyarakatnya sangat heterogen, pilkada tidak harus diseragamkan. Pada daerah-daerah tertentu dapat diadakan pemilihan langsung, jika ada kesiapan dari masyarakatnya yang sudah bisa berdemokrasi secara matang dan didukung kesiapan infrastruktur," katanya di Denpasar, Selasa.
Namun, untuk daerah-daerah yang belum siap, maka tidak bisa dilaksanakan sistem pemilihan langsung itu. "Intinya, pemilihan bupati, walikota, gubernur bisa berbeda-beda antardaerah satu dengan yang lain tergantung kehendak masyarakatnya," katanya.
Di sela-sela pelaksanaan seminar nasional bertajuk "Tinjauan Terhadap Pemilihan Umum Kepala Daerah Secara Langsung Dalam Rangka Penguatan Sistem Demokrasi dan Otonomi Daerah" yang digelar oleh MPR bekerja sama dengan Universitas Waramdewa, Lukman melihat sistem pemilihan langsung memiliki dampak negatif.
"Ada 173 kepala daerah bermasalah secara hukum, itu artinya 33 persen dari total kepala daerah di Tanah Air. Belum lagi hal-hal lain yang terkait dengan bagaimana sistem pemerintahan daerah yang berlangsung karena kepala daerah yang terpilih tidak cukup memiliki pengalaman dalam mengelola pemerintahan," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa berdasarkan hasil survei juga disebutkan setiap calon bupati/wali kota minimal harus mengeluarkan Rp10 miliar untuk mendanai kegiatan kampanye, pengumpulan massa, dan kegiatan lain yang berhubungan dengan proses pilkada. Untuk tingkat provinsi minimal seorang calon gubernur mengeluarkan biaya pilkada sebesar Rp30 miliar.(LHS/T007)