Denpasar (ANTARA) - Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) mendesak pemerintah agar membuka celah pemberangkatan pekerja migran yang mencapai ratusan ribu orang menjelang pemberlakukan kebiasaan baru atau Normal Baru.
"Kami mendesak pemerintah agar membuka celah pemberangkatan pekerja migran yang bekerja di laut, terutama di kapal pesiar. Sebab saat ini masih terbentur dengan Surat Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 151 Tahun 2020 tentang Penghentian Sementara Penempatan Pekerja Migran Indonesia yang berlaku mulai 20 Maret 2020," kata Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat KPI, I Dewa Nyoman Budiasa, di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan sejak terjadinya pandemi COVID-19, pekerja migran yang kembali ke Indonesia mencapai ribuan orang, termasuk asal Bali mencapai 17.000 orang. Saat ini para pekerja migran kondisi ekonominya sudah semakin krisis, sehingga dengan keadaan ini diharapkan pemerintah memberi celah untuk pemberangkatan para pekerja tersebut ke luar negeri.
"Para pekerja migran di Bali sudah mengalami krisis ekonomi, karena dari mereka kembali dari kapal pesiar sudah memasuki bulan keempat sejak pemberlakukan SK Menteri Ketenagakerjaan Nomor 151 Tahun 2020, otomatis mereka tidak bekerja dan hanya mengandalkan sisa tabungan saat masih bekerja di laut," ujarnya.
Baca juga: 336 PMI tiba di Tanjung Benoa-Bali
Oleh karena itu, Dewa Budiasa mengharapkan pemerintah memberikan celah untuk pemberangkatan pekerja migran Indonesia dalam upaya kembali memulihkan perekonomian. Karena masyarakat dunia telah memahami dan pasti mengikuti protokol kesehatan terkait pandemi COVID-19.
"Para pemilik kapal pesiar pun sudah kembali meminta awak kapal. Hal tersebut diketahui dengan surat dari International Maritime Organization (IMO) tertanggal 5 Mei 2020 yang menekankan dan memastikan awal kerangka kerja protokol yang direkomendasikan untuk memastikan perubahan awak kapal yang aman dan melakukan perjalanan selama pandemi COVID-19," ujarnya.
Selain itu, kata Dewa Budiasa, adanya ketentuan yang berlaku secara internasional tentang "save manning" yang memuat ketentuan tentang jumlah minimum awak kapal pada setiap kapal. Berdasarkan data di dunia terdapat 404 unit kapal pesiar.
"Guna memenuhi peluang kerja sebagai kru kapal pesiar itu, maka pekerja migran Indonesia sangat besar peluang mengisi kuota kerja tersebut. Jika permintaan tersebut tidak bisa kita isi, maka negara lain akan mengisinya. Dua negara paling banyak mempunyai pekerja migran adalah Filipina dan India. Dua negara ini menjadi pesaing dalam mengisi lowongan kerja di kapal pesiar tersebut," ucapnya.
Baca juga: 1.970 WNI ABK dari Jerman telah dipulangkan ke Indonesia
Oleh karena itu, kata dia, dalam mengurangi angka pengangguran di masa pandemi COVID-19 menuju kebiasaan baru, celah pekerjaan atau pemberangkatan pekerja migran harus dibuka oleh pemerintah.
"Kalau berdasarkan data dokumen para pekerja migran sebagian besar sudah siap kapan mereka boleh berangkat. Karena pemilik kapal pesiar sudah memberi peluang bagi pekerja Indonesia mengisi lowongan pekerjaan tersebut. Tinggal kesiapan secara aturan hukumnya dari pemerintah mengizinkan untuk keberangkatan mereka," ucapnya.
Dewa Budiasa lebih lanjut mengatakan bahkan ada pemilik kapal pesiar sudah meminta tenaga kerja migran dari Bali sekitar 250 orang. Dan mereka siap mencarterkan pesawat terbang untuk keberangkatan mereka. Namun lagi-lagi ada aturan SK Menteri Ketenagakerjaan yang menjadi kendala belum bisa diberangkatkan.
"Kalau aturan yang menghambat tenaga migran Indonesia itu belum dicabut, sudah jelas mereka tidak ada jaminan secara hukum untuk bisa berangkat, padahal dokumen secara individu masih berlaku untuk bekerja di luar negeri atau kapal pesiar," katanya.
Dewa Budiasa berharap melalui Peringatan Hari Pelaut Dunia yang dirayakan setiap 25 Juni, semua elemen masyarakat, dan terutama dari Pemerintah Indonesia membuka celah kembali pemberangkatan puluhan ribu pekerja migran Indonesia mencari nafkah di luar negeri, terutama di laut.