Singaraja (ANTARA) - Sebanyak 23 karya seni dari sampah dipamerkan pada pameran bertajuk Trash to Art dalam rangkaian kegiatan bertajuk "Gumi Lascarya" atau Satu Cinta Merawat Bumi yang diselenggarakan Yayasan Manik Bumi di kawasan Pantai Indah Singaraja, Buleleng, Bali,
"Sampah kalau diolah, bisa jadi media baru dalam berkesenian. Kami harap ini bisa jadi media alternatif bagi seniman-seniman dalam berkarya," ujar Pembina Yayasan Manik Bumi, Luh Gede Juli Wirahmini dalam keterangan pers, Sabtu.
Ia mengatakan, pameran tersebut diselenggarakan untuk memberikan ruang bagi para seniman untuk dapat mengekspresikan gagasannya dalam membuat karya yang juga selaras dengan penyelamatan lingkungan hidup.
Baca juga: Pameran "Bali behind the scenes" di Amsterdam dibuka dubes
Kegiatan yang diikuti 16 orang seniman yang 15 orang di antaranya berasal dari Buleleng tersebut, diselenggarakan selama empat hari pada 10-14 Februari yang juga bertepatan dengan hari kasih sayang atau Hari Valentine.
Menurut Juli, Hari Valentine sengaja dipilih sebagai waktu penyelenggaraan puncak acara dengan harapan dapat memaknai hari kasih sayang tidak hanya tentang cinta sepasang manusia tapi juga dapat dimaknai cinta terhadap bumi.
"Hari Valentine tidak hanya tentang mawar dan cokelat tapi Valentine juga dapat bermakna tentang merawat bumi dengan mengurangi bebannya walaupun sedikit," katanya.
Sementara itu, sejumlah seniman yang berpartisipasi dalam Gumi Lascarya di antaranya adalah, Made Bayak, I Putu Wilasa, Kadek Dwi Jayanta, Kadek Surya Dwipa, Angga Heri, Juning, I Wayan Trisnayana, I Made Santika Putra.
Baca juga: Pameran "Art Bali 2019" jembatani publik dengan seni
Selain itu, Ngakan Nyoman Ardi, I Komang Wikrama, I Ketut Andi Palwika, Gede Sukradana, Yohanes Soubirius de Santo, I Gede Pasek, Made Wijana dan Mizan Torek.
Sebanyak 16 orang perupa itu berusaha mengolah sampah menjadi media baru untuk berkarya dengan menggunakan berbagai jenis sampah seperti, sampah plastik, ban dalam, kardus, kaleng maupun kertas.
"Sampah dapat diolah menjadi seni berkualitas tinggi sehingga yang selama ini dipandang sebelah mata, ternyata bisa diolah menjadi sebuah karya seni," ungkap Juli.
Selain menyelenggarakan pameran dari sampah, Juli menjelaskan pada rangkaian kegiatan itu juga diselenggarakan parade mural dengan menggunakan media tembok di sekitar kawasan Sekretariat Manik bumi.
Kegiatan itu diikuti 27 orang seniman dari 12 kelompok mural dari sejumlah kota di Indonesia seperti Bogor, Magelang, Bandung, Padang dan tuan rumah Bali.
"Mereka menuangkan ide dan kreativitasnya serta kritik dan kegelisahan terkait pengelolaan lingkungan yang terjadi di Indonesia pada sebidang tembok berukuran 3x4 meter," ujar Juli Wirahmini.
Puluhan seniman yang terlibat dalam aksi live mural itu, sebelumnya juga telah melalui proses kuratorial yang cukup ketat yang dimulai dengan pengiriman konsep ide dan karya sejak bulan Oktober tahun lalu.
Juli menjelaskan, karya-karya yang ditampilkan dalam mural, lebih banyak mengangkat tema tentang kesetiakawanan dalam merawat bumi. Tema itu sengaja dipilih, sebab merawat bumi tidak bisa dilakukan orang per orang. Melainkan harus melibatkan seluruh komponen masyarakat yang ada.
“Kami ingin melalui mural ini ada pesan yang tersampaikan. Bahwa merawat bumi itu harus dikerjakan bersama dan dilakukan secara ikhlas. Kami berharap ini bisa membuka wawasan, minimal bagi relawan kami sendiri,” katanya.
Selain melibatkan komunitas mural dari beberapa kota di Indonesia, aksi live mural itu juga melibatkan Komunitas Mural Taring Babi sebagai peserta kehormatan.
Hasil live mural ini dinilai oleh dewan juri yang terdiri dari Jango Pramarta, Mike Marjinal dan Bobi Marjinal untuk menentukan peringkat pertama hingga ketiga. Sedangkan juara favorit ditentukan oleh pengunjung yang melakukan penilaian sesaat setelah memasuki kawasan acara.
Pengumuman dilakukan di puncak acara pada panggung hiburan, dimeriahkan oleh bondres Rarekual, standup comedy dari Inguh dan penampilan sejumlah kelompok musik, diantaranya Rastafara Cetamol band beraliran reggae dari Buleleng, Dialog Dini Hari dan kelompok musik Marjinal dari Jakarta.