Denpasar (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Bali mengharapkan pemerintah pusat dapat menaikkan jumlah kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional dari segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) Pusat yang didanai APBN agar menjadi sebanyak 40 persen dari jumlah penduduk di Pulau Dewata dengan pendapatan terendah.
"Mohon dukungan agar PBI Pusat ditingkatkan menjadi 40 persen dari jumlah penduduk Bali dengan pendapatan terendah, karena sesungguhnya pemerintah pusat memiliki kewajiban untuk membantu penduduk miskin dan tidak mampu di daerah," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Ketut Suarjaya saat menyampaikan masukan pada acara penyerapan aspirasi anggota DPD RI Anak Agung Gde Agung, di Gedung Prajasabha, Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Kamis.
Suarjaya mengharapkan usulan itu agar bisa diperjuangkan Gde Agung selaku senator dari Bali. Berdasarkan data BPJS Kesehatan Kedeputian Wilayah Bali, NTT, dan NTB hingga 1 Desember 2019, jumlah peserta JKN dari segmen PBI Pusat di Bali sebanyak 872.049 (21,54 persen).
Jika usulan 40 persen tersebut disetujui pusat, berarti jumlah peserta PBI Pusat menjadi 1.694.793. "Kalau ini berhasil, PBI Pusat naik menjadi di atas 1,6 juta jiwa, tentunya akan luar biasa membantu pemerintah daerah," ujarnya.
Sedangkan jumlah peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) melalui pendanaan APBD untuk cakupan UHC 95 persen sejumlah 1.417.169 (35,01 persen), kemudian dari kelompok Pekerja Penerima Upah sebanyak 1.130.130 (27,92 persen), Pekerja Bukan Penerima Upah/Pekerja Informal sebanyak 540.322 orang (13,35 persen), dan Bukan Pekerja sebanyak 88.486 (2,19 persen).
Pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Kabupaten/Kota di Bali jika untuk memenuhi 95 persen UHC membutuhkan anggaran mencapai Rp714.253.176.000 untuk mendanai kelompok PBI Daerah sebanyak 1.417.169 orang tersebut, karena adanya kenaikan besaran iuran JKN PBI mulai 1 Agustus 2019 dari Rp23 ribu per orang/bulan, menjadi Rp42 ribu.
Namun, untuk 2020, "sharing" Pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk kepesertaan PBI Daerah sebanyak 686.217 orang atau memenuhi cakupan 55 persen , yakni dianggarkan "sharing" Pemerintah Provinsi Bali sebesar Rp165.609.768.240 dan "sharing" Pemerintah Kabupaten/Kota (di luar Badung dan Gianyar) sebesar Rp180.243.599.760.
Oleh karena itu, akan ada penyisiran dan penon-aktifan kepesertaan PBI Daerah bagi yang meninggal, pindah domisili, maupun yang telah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan namun masih menjadi peserta PBI daerah.
"Untuk pencapaian UHC 95 persen agar diupayakan masing-masing kabupaten/kota," ujarnya pada acara yang dihadiri Deputi Direksi BPJS Kesehatan Kedeputian Wilayah Bali, NTT, NTB itu, perwakilan perhimpunan rumah sakit, asosiasi rumah sakit, Kepala Disdukcapil, perwakilan Dinas Sosial dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Bali, serta undangan lainnya.
Di samping itu, mulai 2020 ada manfaat tambahan JKN-KBS yang meliputi pelayanan kesehatan tradisional komplementer di puskesmas, pelayanan ambulance gawat darurat, pelayanan transportasi jenazah antarkabupaten/kota, penanganan keluhan terintegrasi dan visum et repertum.
"Kami juga minta pemerintah pusat supaya tetap memberikan subsidi premi untuk pelaksanaan JKN, tidak hanya terputus 2019, khususnya untuk PBI Daerah," kata Suarjaya.
Dalam kesempatan itu, Suarjaya juga meminta dukungan dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Bali, terutamanya anggaran pemerintah pusat ke daerah supaya diperjuangkan oleh senator dari Bali.
"Bali selama ini mendapat DAK baik fisik maupun nonfisik, tetapi nilainya sedikit sekali. DAK fisik untuk rumah sakit dan puskesmas, sedangkan non-fisik berupa bantuan operasional kesehatan, mohon agar bisa ditingkatkan," ujarnya
Sementara itu, anggota DPD RI Anak Agung Gde Agung mengatakan Bali pantas mendapatkan "reward" atau penghargaan dari pemerintah pusat karena dari kepesertaan sudah mencapai 95 persen UHC. Di samping itu, peserta JKN dari Bali termasuk yang taat membayarkan premi.
Pihaknya mengapresiasi berbagai pihak terkait yang hadir dalam acara serap aspirasi tersebut, sehingga sekaligus menjadi rapat koordinasi antara beberapa instansi yang mungkin selama ini tidak sempat bertemu.
Di samping itu, mantan Bupati Badung tersebut mengatakan koordinasi data dalam kepesertaan JKN juga penting, untuk mendukung perjuangan ke pemerintah pusat, khususnya dalam meningkatkan kepesertaan PBI Pusat.
Apalagi, lanjut Gde Agung, selama ini masih ada perbedaan data antara peserta di BPJS Ketenagakerjaan dengan BPJS Kesehatan, khususnya dari sisi pekerja penerima upah. Ada sejumlah pekerja memilih tetap menjadi peserta PBI daerah, dibandingkan didaftarkan sebagai peserta JKN dari perusahaannya.
"Dalam masa menjelang pilkada ini, menghapus kepesertaan PBI daerah mungkin bukan menjadi kebijakan populer di daerah-daerah yang ingin menarik simpati rakyat," ujar pria yang juga tokoh "penglingsir" Puri Ageng Mengwi itu.
Dalam kesempatan itu, ada sejumlah masukan dari pihak rumah sakit yang mengeluhkan pembayaran klaim dari BPJS Kesehatan yang lambat sehingga berpengaruh terhadap kondisi "cash flow" rumah sakit.
"Bahan-bahan yang saya dapatkan ini akan masuk ke dalam pembahasan di Komite III dan diplenokan, serta selanjutnya akan disampaikan dalam rapat dengar pendapat dengan instansi terkait di pusat," ucap anggota Komite III DPD RI yang membidangi kesehatan, pendidikan, pariwisata, dan sejumlah bidang lainnya itu.