Badung (ANTARA) - Generasi Anti Narkoba Indonesia (GANI) bersama Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) mensosialisasikan Gerakan Pencegahan Penyalahgunaan Rokok Elektrik (GEPPREK) untuk pertama kalinya di wilayah Provinsi Bali.
"Gerakan sosial ini bertujuan untuk memberikan edukasi kepada anggota asosiasi rokok elektrik, para pengguna dan publik mengenai bahaya dari penyalahgunaan produk tembakau alternatif," ujar Ketua Dewan Pimpinan Pusat GANI, Djoddy Prasetio Widyawan, saat diskusi publik di Denpasar, Selasa.
Ia menjelaskan, permasalahan yang terjadi di Amerika Serikat yaitu, penyalahgunaan zat Tetrahidrokanabinol (THC) dan vitamin E asetat yang dicampurkan pada cairan rokok elektrik sangat rentan terjadi juga di Indonesia.
Pada pertengahan tahun ini, Badan Narkotika Nasional (BNN) juga mengungkapkan kasus penyalahgunaan narkoba serupa pada rokok elektrik.
"BNN juga mendukung pelaksanaan gerakan ini. Kami berterima kasih kepada Deputi Pemberantasan BNN, Irjen Pol Arman Depari, yang mendukung sosialisasi ini sampai ke tingkat daerah dengan menyertakan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP)," kata Djoddy Prasetio.
Ia menambahkan, Bali dipilih sebagai lokasi pertama untuk mensosisalisasikan gerakan ini karena pertumbuhan pengguna produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik, sangat pesat.
"Di Bali tercatat terdapat 68 toko rokok elektrik dan 25 produsen likuid dengan jumlah pengguna sekitar 50 hingga 60 ribu orang," ujarnya.
Sosialisasi dilakukan dengan pendistribusian stiker Gerakan Pencegahan Penyalahgunaan Rokok Elektrik dan buku panduan kepada toko-toko rokok elektrik di Bali.
"Melalui kegiatan ini, diharapkan dapat mencegah semakin luasnya penyalahgunaan narkoba pada rokok elektrik," ujarnya.
Terkait penyalahgunaan narkoba pada rokok elektrik, Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) Ariyo Bimmo, mengatakan, bahwa kasus tersebut membuat publik memiliki persepsi yang negatif terhadap produk rokok elektrik.
"Padahal, produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik diciptakan untuk membantu perokok dewasa yang ingin beralih dari rokok ke produk yang lebih rendah risiko,” ujarnya.
Pada kegiatan sosialisasi itu, ia mengajak seluruh pihak, khususnya para pelaku industri dan para pengguna, untuk berkomitmen dan bertanggung jawab mencegah penyalahgunaan rokok elektrik.
"Mari bersama mencegah penyalahgunaan rokok elektrik, baik untuk penyalahgunaan narkoba maupun oleh pemakaian rokok elektrik oleh anak-anak di bawah umur 18 tahun," katanya.
Ariyo Bimmo juga mengatakan, pemerintah juga memiliki peranan penting dalam mengantisipasi penyalahgunaan rokok elektrik.
"Kami berharap pemerintah membentuk regulasi khusus bagi produk tembakau alternatif yang berbeda dari rokok. Regulasi bagi produk tembakau alternatif akan memberikan kepastian bagi para pelaku usaha dalam memproduksi produk yang sesuai bagi konsumen," ujarnya.
Regulasi khusus untuk produk tembakau alternatif, menurutnya sangat dibutuhkan karena saat ini, Indonesia hanya memiliki satu aturan yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.010/2017 yang berfokus pada aspek penerimaan negara dari cukai.
Namun hal itu belum mencakup aspek lainnya, seperti uji produk, tata cara pemasaran, batasan usia, informasi bagi konsumen, hingga pengawasan.
"Dengan regulasi yang lebih rinci akan dapat menutup penyalahgunaan narkoba pada rokok elektrik," kata Ariyo Bimmo.
Sebagai dukungan terhadap gerakan itu, Ketua Asosiasi Vaporizer Bali (AVB), I Gde Agus Mahartika mengatakan, pihaknya melakukan imbauan kepada anggotanya agar tidak melakukan penyalahgunaan narkoba pada rokok elektrik dan melarang penjualan produk kepada anak di bawah umur 18 tahun.
"Kami berkomitmen akan memberikan sanksi tegas jika anggotanya ada yang terbukti menyalahgunakan narkoba pada rokok elektrik. Kami siap bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengatasi permasalahan ini," katanya.*