Gramedia Pustaka Utama dalam keterangan pers, Jumat, mengatakan karya Djenar yang dipamerkan adalah "Nayla", sementara Ratih membawa novel "Potion of Twilight".
"Nayla" diterbitkan pertama kali tiga bulan lalu di Ubud Writers & Readers Festival, sementara "Potion of Twilight" sudah diterbitkan pada di SOAS University of London, 25 September 2018.
Kehadiran dua buku berbahasa Inggris ini akan meramaikan pasar hak cipta terjemahan buku fiksi dari Indonesia. Tahun ini, industri buku Indonesia sekali lagi akan menjadi sorotan dunia karena akan dihelat menjadi Market Focus Country untuk London Book Fair 2019 (LBF).
Menurut data yang dirilis oleh Komite Buku Nasional (KBN), hingga saat ini buku-buku dengan kategori fiksi menduduki 28,3 persen persen bagian dalam total penjualan hak cipta terjemahan buku-buku karya penulis Indonesia di dunia.
Angka ini diikuti dengan 42,1 persen buku anak, 13 persen buku bertema keagamaan, 10,9 persen buku-buku non-fiksi, 3 persen buku puisi, dan 2,8 persen untuk buku komik.
Ratih Kumala dan Djenar Maesa Ayu berbincang dalam diskusi “Woman in Translation”, Kamis (17/1), mengenai sastra Indonesia yang baru kelihatan di mata dunia pada pameran buku internasional Frankfurt Book Fair (FBF) tiga tahun lalu.
Menilik sejarah sastra Indonesia, butuh 145 tahun agar karya sastra lokal bisa tampil di ajang bergengsi berkelas internasional. Di pameran buku Frankfurt itu, Indonesia menjadi tamu kehormatan (Guest of Honour, GOH).
Baca juga: "Nayla" dan "Gugug!" rilis di Ubud Writers & Readers Festival 2018
Baca juga: Jadi ibu tiri Dian Sastro, Djenar Maesa Ayu mau berakting lagi
Sejak Frankfurt Book Fair, Ratih dan Djenar merupakan penulis perempuan Indonesia yang karyanya mampu menyapa pembaca global.
Artinya, karya sastra perempuan Indonesia sudah diterima pula oleh pembaca global karena penerjemahan biasanya mengikuti permintaan pasar alias pembaca.
Kedua, selain isu perempuan, bahasan yang menarik lainnya adalah penerjemahan. Karya-karya berbahasa Inggris di Indonesia maupun yang beredar secara global memang masih jarang jika dibandingkan dengan ribuan karya berbahasa Indonesia.
Banyak faktor di balik fenomena ini. Pertama, biaya pengalihan bahasa Indonesia ke bahasa Inggris memakan biaya yang tidak murah.
Kedua, kurangnya sumber daya penerjemah berkualitas.
Ketiga, belum banyaknya pembaca buku berbahasa Inggris di Indonesia membuat buku-buku berbahasa Inggris rendah serapan pasarnya sehingga membuat penerbit merugi.
Faktor-faktor itu membuat publikasi atau buku-buku berbahasa Inggris saat ini belum menjadi perhatian bagi penerbit-penerbit di Indonsaia.
Sedangkan satu-satunya cara agar karya-karya sastra Indonesia dibaca banyak orang terutama orang-orang yang tidak berbahasa Indonesia adalah dengan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
Agar karya penulis Indonesia dibaca semakin banyak orang, GPU menerbitkan lebih banyak buku-buku berbahasa Inggris dan Gramedia International berpartisipasi dalam pameran-pameran di luar negeri seperti Frankfurt Book Fair, London Book Fair, Beijing Book Fair dan Bologna Children’s Book Fair.
(AL)