Denpasar (Antaranews Bali) - DPRD Provinsi Bali melakukan sidang paripurna terkait laporan akhir badan anggaran tentang rancangan peraturan daerah tentang APBD Bali Anggaran Tahun 2019, yang antara lain menyoroti tingkat kemiskinan, pengendalian inflasi, dan kualitas pariwisata.
Koordinator Badan Anggaran DPRD Bali Kadek Diana dalam sidang paripurna DPRD Bali, di Denpasar, pekan lalu, memaparkan terkait APBD Provinsi Bali Tahun Anggaran 2019 kali ini, disinkronisasikan dan harmonisasikan dengan program kegiatan yang mewujudkan pencapaian visi dan misi, selain kesesuaian dengan dokumen perencanaan pembangunan daerah berupa KUA/ PPAS, RKPD dan RPJMD.
Ia mengatakan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) pada hakekatnya merupakan instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam upaya menanggulangi kemiskinan dan mengurangi angka pengangguran melalui pembangunan ekonomi yang berkualitas dan berkeadilan.
Dalam penyusunan RAPBD Provinsi Bali Tahun Anggaran 2019,mengacu kepada enam asumsi dasar yang dipakai, antara lain Pertumbuhan Ekonomi tahun 2019 yang 5,56 persen hingga 6,56 persen menurun dari perkiraan tahun 2018 yang mencapai kisaran 6,20 pesen hingga 7,20 persen.
Menurunnya proyeksi pertumbuhan ekonomi tentunya sedikit melemahkan optimisme terhadap beberapa proyeksi sumber-sumber pendapatan daerah dari sisi pajak, retribusi maupun penerimaan lainnya.
Selain itu juga, kata Kadek Diana, bahwa berdasarkan laju inflasi di tahun 2019, ditargetkan 5,35 persen hingga 5,76 persen.Upaya pengendalian inflasi oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) akan mampu menjaga level inflasi Bali.
Dengan terjaganya inflasi, sektor riil yang merupakan sektor penggerak pembangunan akan mampu berjalan normal, dengan harga bahan baku yang stabil. sehingga aktivitas ekonomi akan berjalan lancar. Membaiknya aktivitas ekonomi tentunya akan berimbas kepada pertumbuhan ekonomi di daerah.
Kadek Diana memaparkan, bahwa PDRB perkapita yang ditargetkan pada akhir tahun 2013 diprediksikan sebesar Rp43,04 juta sampai dengan Rp.45,11 juta mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2017, PDRB perkapita Bali sebesar Rp50,71 juta.
Hal ini harus menjadi perhatian yang serius oleh semua "stakeholder" untuk lebih meningkatkan PDRB perkapita penduduk Bali karena semakin besar nilai PDRB perkapita, maka dapat dikatakan suatu daerah atau wilayah memiliki produktivitas yang semakin tinggi, dalam hal penciptaan nilai tambah, yang diharapkan akan berkorelasi secara positif terhadap tingkat pendapatan perkapitapenduduk di daerah bersangkutan.
Tingkat Kemiskinan pada tahun 2018 diprediksi pada kisaran 2,80 persen hingga 2,60 persen mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 2017 mencapai angka 4,14 persen. Kemiskinan telah menjadi masalah yang kompleks baik di tingkat nasional maupun regional, sehingga penanggulangannya memerlukan strategi yang tepat dan berkelanjutan.
Kadek Diana mengatakan, Gini Ratio pada tahun 2018 mencapai angka 0,330 - 0,350 dibandingkan dengan tahun 2017 yang mencapai angka 0,366. Hal ini menunjukkan ketimpangan pembangunan di Bali semakin berkurang dan semakil kecil. Perlu diperhatikan angka Gini Ratio agar terus mencapai angka yang baik ke depannya untuk mengurangi ketimpangan pembangunan di Provinsi Bali.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator penting yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja pembangunan yang ditunjukan untuk meningkatkan kualitas penduduk Provinsi Bali. Pada tahun 2018 Indeks Pembagunan Manusia (IPM) diperkirakan akan mencapai sebesar 74,03-74,47 ini mengalami peningkatan
Menyambut prospek "Ekonomi Kekinian" seperti ekonomi wisata (leisure economy) disarankan kepada Pemerintah Provinsi Bali selalu berkoordinasi dengan pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya guna bersama-sama terus berupaya melakukan perbaikan-perbaikan infrastruktur dasar yang menuju destinasi wisata, menambah fasilitas, meningkatkan aksestabilitas serta memperbanyak dan memperkaya atraksi-atraksi, guna menarik kunjungan wisatawan.
Mencermati kondisi sekarang, kata dia, dipandang perlu Dinas Pariwisata dan juga instansi terkait lainnya mengupayakan perlindungan, pelestarian atau menjaga Bali, bukan hanya sebagai tempat transit semata bagi para wisatawan asing. tetapi ada juga nilai tambah (added value) berupa sejarah dan budaya yang dikembangkan oleh pemerintah, apalagi sering ditengarai bahwa banyak "stakeholder" yang hanya menjual pariwisata Bali untuk kepentingan bisnis semata, sehingga Bali harus punya nilai dimata dunia dan Bali menjual nilai kualitas pariwisatanya. bukan hanya kuantitas berdasarkan ni|ai uang semata.
"Untuk itu secara khusus kami mengimbau terkait kondisi tersebut agar peranan pemerintah di dalam mengembalikan kunjungan wisatawan terutama wisatawan yang mandiri. terus ditingkatkan sehingga memungkinkan perekonomian Bali kembali bangkit, setelah sempat menurun secara signifikan beberapa bulan lalu, karena status dampak erupsi Gunung Agung," ujarnya.(*)
Sidang paripurna DPRD Bali bahas kemiskinan dan kualitas pariwisata
Jumat, 23 November 2018 7:04 WIB