Oleh I Ketut Sutika
Tatkala lampu sorot menyinari panggung, nampak sekelompok bule tampil berbinar mengenakan busana khas adat Bali, yang wanita berkebaya, sementara si pria mengenakan kemeja dan destar (udeng) kepala.
Mereka tampil sontak, nyaris bersamaan memberikan salam "penganjali" (tangan tercakup di dada), sambil menundukkan kepala di hadapan penonton, dan kemudian duduk tenang di balik instrumen gamelan masing-masing.
"Plak", bunyi kendang ditepak, sebagai kode persiapan diberikan oleh penabuh kendang yang juga orang bule, kemudian diikuti secara serempak oleh seniman tabuh itu mengambil panggul (stik) dan siap memainkan instrumen gamelan Bali.
Begitu instrumen gamelan ditabuh, tak lama kemudian sekelompok penari wanita berkulit aneka baik putih, kuning dan ada pula yang berkulit hitam, tampil di panggung membawa "bokor" berisi bunga meliuk-liukkan tari "Panyaksama Selat Segara", tari selamat datang.
Itulah bagian dari penampilan Grup Gamelan Sekar Jaya dari Amerika Serikat yang pernah tampil di Taman Budaya Denpasar, memeriahkan Pesta Kesenian Bali (PKB), sekaligus menerima Seni Dharma Kusuma, perhargaan tertinggi dalam bidang seni dari Pemprov Bali, berkat jasa dan prestasinya melestarikan dan mengembangkan seni budaya Bali.
Grup Gamelan Sekar Jaya merupakan salah satu dari ratusan grup kesenian Bali yang berkembang di berbagai negara di belahan dunia, tutur Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Prof Dr I Wayan Rai. S. MA.
Ia sendiri pernah ikut melatih grup Grup Gamelan Sekar Jaya saat menyelesaikan pendidikan program doktor (S-3) di Institut Of Etnomusikologi San Diego State University USA.
Berkembangnya ratusan grup yang mendalami tabuh dan tari Bali di mancanegara, tidak terlepas dari peran dan fungsi lembaga pendidikan tinggi seni satu-satunya di Pulau Dewata.
Kementerian Pendidikan Nasional memberikan kepercayaan kepada ISI Denpasar untuk mendidik mahasiswa asing yang berasasl dari 34 negara di belahan dunia untuk mendalami tabuh dan tari Bali. Selama kurun waktu 12 tahun periode 1999-2011 tercatat 382 orang mahasiswa asing belajar tabuh dan tari Bali di ISI Denpasar.
Mereka adalah penerima Dharmasiswa Pemerintah Indonesia, yakni kerja sama Kemendiknas dengan negara-negara di dunia. Mahasiswa asing itu paling dominan dari Jepang, menyusul Amerika Serikat, Meksiko, Hungaria, Ceko, Polandia, Slovakia, Serbia, Jerman, Inggris, Kanada, Gambia, Perancis, Rusia, Uzberkistan, Filipina, Rumania, Aprika Selatan, Argentina, Denmark, Spanyol, Bulgaria, Zambia, Singapura, Malaysia, Australia, Venezuela, Turki, Estonia Ukraina dan Slovenia.
Prof Rai sejak dipercaya "mengendalikan" ISI tahun 2005 itu melakukan terobosan meng-'go internasional'-kan ISI Denpasar, antara lain dengan merangkul para duta besar RI di luar negeri agar alumni ISI Denpasar dijadikan duta seni untuk mengajar tabuh dan tari Bali.
Sejumlah alumni ISI Denpasar berhasil disalurkan bekerja ke luar negeri antara lain I Made Wardana, diangkat menjadi staf bidang seni budaya KBRI Belgia sejak tahun 1996, I Wayan Sudirana sebagai dosen di University of British Columbia di Van Couver Kanada, I Wayan Wija di negara Mamibia, sebuah negara di Afrika Selatan, serta I Gede Putra Widyatmala di KBRI Hungaria.
17 jenis gamelan
Prof Rai yang sedang mengumpulkan data perkembangan kesenian Bali di berbagai negara itu menjelaskan, sekitar 17 jenis instrumen musik tradisional Bali berkembang di berbagai negara bahkan mampu sejajar dengan seni musik barat.
Gamelan Bali sedang naik daun, bahkan gong kebyar menjadi kehormatan dalam menyambut tamu-tamu penting pada acara wisuda perguruan tinggi di Amerika Serikat. Masyarakat internasional cukup menikmati konser gamelan Bali yang disajikan seniman dan mahasiswa yang piawai memainkan aneka jenis alat musik Bali.
Puluhan alat musik tradisional Bali yang berkembang di mancanegara antara lain gong kebyar, angklung, semarandanu, gambang, suling dan kebyar Ding. Bahkan suara suling yang menjadi sumber inspirasi tabuh ciptaan tahun 1963 juga berkembang di sejumlah kampus seni dan komunitas masyarakat mancanegara.
Musik tradisional Bali kini telah mendunia, masyarakat internasional mulai berkenalan dengan gamelan Bali sejak komponis Perancis Claude Debussy (1862-1918) menonton gamelan di Pameran Semesta yang digelar di Paris pada tahun 1889 untuk memperingati 100 tahun Revolusi Prancis.
Demikian pula masyarakat Eropa, menurut Prof Rai, semakin menaruh perhatian terhadap gamelan Bali ketika kemudian pada tahun 1931, "The International Colonial Ekxposition" yang digelar di Perancis menampilkan pementasan gamelan dan tari Bali yang dibawakan seniman dari Desa Peliatan, Gianyar, sebagai utusan pemerintah kolonial Belanda.
Berkembangnya gamelan dan tari Bali di berbagai negara belahan dunia, menjadi salah satu peluang bagi alumnus ISI Denpasar untuk mengajar memainkan alat musik tradisional maupun olah gerak tubuh tari Bali kepada masyarakat dunia.
Peluang tersebut hendaknya bisa dimanfaatkan alumni lembaga pendidikan tinggi seni ini, dengan sentuhan kemampuan penguasaan bahasa asing, sehingga mampu menjadi dosen atau pelatih tabuh dan tari Bali. Selain itu juga memberikan dampak positif terhadap industri kreatif di Pulau Dewata.
Di Jepang saja tercatat 52 grup kesenian Bali dan ratusan lainnya tersebar di berbagai negara, tentu akan membeli berbagai jenis perangkat gamelan ke Bali, sehingga akan sangat menguntungkan perajin gamelan di daerah ini, tutur Prof Rai.
Penyebaran ke Belgia
Menurut I Made Wardana, alumnus ISI Denpasar yang diangkat sebagai staf bidang seni budaya KBRI Belgia sejak 1996, kesenian Bali dikenal masyarakat Belgia berawal dari Pemerintah Provinsi Bali membantu seperangkat gamelan gong kebyar, instrumen musik tradisional Bali kepada KBRI Brusel saat keberangkatannya 15 tahun silam.
Pihaknya selama 15 tahun membina kesenian nusantara, khususnya tabuh dan tari Bali mampu meningkatkan citra Indonesia di dunia internasional, terutama di negara-negara Eropa. Belgia merupakan jantung Uni Eropa sehingga sangat strategis dijadikan sebagai sentra pengembangan seni budaya Bali dan Indonesia di kawasan Eropa.
Pada awalnya, menebar seni gamelan dan tari Bali bukan sesuatu yang mudah. Berbagai cara dilakukan untuk menarik minat masyarakat Belgia agar mencintai budaya Bali dan Indonesia pada umumnya.
Upaya tersebut diawali dengan pendekatan terhadap berbagai pihak yang didukung dengan semangat "jengah", dan akhirnya mampu membentuk berbagai ragam organisasi gamelan dan tari.
Beberapa grup kesenian Bali terbentuk antara lain grup (sekaa) Saling Asah, Kembang Nusantara, sekolah musik konservatorium, Muzielahyint, Arjuna, pelajar Indonesia, Iswara, anak-anak Indonesia dan Dharma Wanita KBRI.
Grup kesenian tersebut beranggotakan masyarakat Belgia dan masyarakat Indonesia yang berdomisili di negara tersebut, bahkan menyebar di negara-negara kawasan Eropa.
Bagi mereka, menurut Made Wardana, menebar seni gamelan dan tari Bali adalah sebuah kebanggaan, karena selain kepiawaian memainkan alat musik tradisional Bali dan menari, mereka secara langsung memperkenalkan budaya Indonesia, sehingga mampu meningkatkan cintra Nusantara di dunia internasional.
Oleh sebab itu KBRI Belgia mengagendakan kegiatan seni secara berkesinambungan di kota-kota di Belgia, serta berperanserta aktif dalam memeriahkan berbagai jenis festival seni di negara itu
Cukup memasyarakatnya seni budaya Bali dan Indonesia di Belgia menjadikan masyarakat setempat tertarik untuk belajar gamelan dan tari Bali, sekaligus mendorong keinginan untuk datang ke Bali sebagai wisatawan sekaligus belajar tabuh dan tari Bali, tutur Made Wardana.(**)
