"Pelajaran yang paling mahal yang kami temukan di Bali adalah toleransi, selain pengalaman dengan sejuta kenangan," kata guru pendamping kegiatan Siswa Mengenal Nusantara 2018 dari Kalimantan Timur Heri Sucipto.
Kesan dari guru pendamping tersebut disampaikan dalam penutupan SMN 2018 di Denpasar, Minggu (19/8) malam. Baginya, toleransi atau sikap toleran (membiarkan perbedaan) merupakan sikap yang tidak mudah untuk dipraktikkan.
Namun, 23 siswa asal Kalimantan Timur beserta beberapa guru pendamping telah belajar banyak tentang praktik toleransi di pulau yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu itu, selama mengikuti kegiatan SMN pada 12-20 Agustus 2018.
"Selama kita di Bali yang mayoritas Hindu itu, hal paling berkesan adalah toleransi antaraumat beragama," katanya dalam SMN 2018 yang untuk Provinsi Bali diselenggarakan oleh PT Asuransi Jiwasraya, PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), dan Hotel Indonesia Natour (HIN) itu.
Bahkan, saat berkunjung dan bermalam di Puri Ageng Blahbatu, Kabupaten Gianyar, puluhan peserta SMN 2018 dari Kaltim itu dilayani dengan sajian makanan halal dan ketika minta sajadah untuk shalat pun, ternyata sudah disiapkan.
"Selama beberapa hari di Bali yang pertama kali itu, kami juga menemukan di sini juga ada masjid Jawa, masjid Arab, gereja Kristen, gereja Katolik, dan semuanya dihargai oleh masyarakat Hindu di Bali," katanya didampingi guru pendamping lainnya, Wawan dan Zulfitri.
Selain itu, selama di Bali, peserta SMN asal Kalimantan Timur seperti diperlakukan sebagai tamu kehormatan dengan menggunakan bus mewah dan pengawalan satu tim Palang Merah Indonesia (PMI).
"Ada tiga kata untuk Bali, yakni mantap, mengejutkan, dan sejuta kenangan. Mantap, karena kami mengunjungi tempat-tempat yang belum pernah kami kunjungi sama sekali. Kejutan, karena kami dari kampung disuguhi manajemen hotel dan penyelenggaraan SMN yang bagus. Sejuta kenangan, karena foto-foto selama di Bali cukup banyak hingga mungkin mencapai tiga giga," katanya.
Pelajaran toleransi dari Bali itu juga diakui peserta SMN asal Kalimantan Timur, Dinar.
Ia mengaku terkesan ketika diajak berkunjung ke tempat ibadah Puja Mandala di kawasan Nusa Dua, Bali, yang merupakan satu kawasan tempat ibadah untuk berbagai agama.
"Kami diajak berkunjung ke tempat ibadah Puja Mandala yang merupakan kawasan tempat ibadah?semua agama di Indonesia. Di sana, kami bersembahyang bersama sesuai keyakinan masing-masing," ujarnya.
Tidak hanya budaya dan toleransi, seorang peserta SMN yang difabel, Iqbal, menyebutkan tiga kata sebagai ungkapan kesan yang menyenangkan selama SMN di Bali, yakni laut (alam), sejarah, dan budaya.
Ungkapan Iqbal itu merujuk pada wisata edukasi. Selain berwisata ke Pantai Pandawa, peserta juga belajar tentang cara menjaga dan melestarikan penyu di kawasan Konservasi Penyu di Pulau Serangan, Kota Denpasar, Bali.
"Saya baru pertama kali ke Bali, sangat senang bisa banyak belajar di Bali, saya akan ceritakan kepada teman-teman di kampung," ujarnya dengan bahasa isyarat, didampingi gurunya.
Sudarmawan, guru pendamping SMN difabilitas itu, mengatakan bahwa Muhammad Iqbal merupakan siswa yang paling bersemangat mengikuti SMN di Bali.
"Dia (Muhammad Iqbal, red.) selalu paling banyak bertanya dan ingin tahu setiap sebelum memulai kunjungan ke sejumlah tempat," ujarnya.
Namun, ia menyebut tentang adanya hal yang lebih membanggakan.
"Biasanya siswa difabel pergaulannya dengan komunitas difabel juga. Namun, selama di Bali memberikan pengalaman yang berbeda untuk ketiga siswa difabel SMN ini. Semua siswa sangat senang bisa bergaul dengan siswa difabel dan saling berbagi," ujarnya.
Diajarkan Budaya
Hal yang juga mengesankan peserta SMN 2018 di Bali adalah budaya, ketika mereka berkunjung ke orang tua angkat di Puri Ageng Blahbatuh sekaligus diajarkan adat dan budaya kerajaan itu dengan suasana penuh kekeluargaan.
"Kami tidak tahu apa-apa tentang Bali, terima kasih sudah didampingi para guru dan pendamping dari BUMN dengan setia, termasuk masyarakat Bali, meski kadang mereka marah. Marahnya mereka justru sangat berharga buat kami, agar kami bisa menjadi lebih baik," kata Dinar, sesenggukan.
Hal itu dibenarkan pendamping siswa dari BUMN, yakni Titi Purwantiningsih yang merupakan Senior Manajer Unit Community Development Program PT Jasa Marga (Persero) Tbk.
"Para peserta SMN memang menginap satu malam bersama orang tua asuh di Puri Ageng Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, untuk mengenal tradisi dan keseharian para kerabat kerajaan setempat," katanya.
Menurut dia, tujuan para siswa ini bertemu orang tua asuhnya, selain mengenal sosial budaya masyarakat Bali, juga mengetahui tarian daerah, cara memasak makanan tradisional ala kerabat raja dan bagaimana keseharian masyatakat di Bali umumnya.
Dengan Program BUMN Hadir Untuk Negeri (BHUN) yang mengajak siswa mengenal Nusantara-nya, akan menambah wawasan mereka tentang budaya daerah, di Bali khususnya.
"Pengalaman yang tidak pernah terlupakan bagi siswa," katanya.
Paginya, peserta SMN diajak mengenal lingkungan puri, belajar dasar tari, cara memasak dan membuat canang, serta ketupat untuk sarana ritual.
Siangnya, siswa juga diajak makan bersama dengan raja keturunan ke-25 di Puri Ageng Blahbatuh dan para permaisurinya, dengan menu ala kerajaan.
Sebelum bertemu dengan orang tua asuh mereka, siswa diperkenalkan dan ikut menarikan joget bumbung yang merupakan tarian perkenalan atau persahabatan.
"Mereka terlihat senang dan antusias datang ke puri ini dan sempat malu-malu saat makan bersama dengan raja dan permaisurinya," katanya.
Selain budaya, peserta SMN, Egi Ardi Winata (17), juga belajar tentang lingkungan.
"Saya senang bisa ke Bali dan bisa belajar tentang penyu karena di kampung saya belum pernah melihat penyu secara langsung," katanya.
Siswa SMAN 1 Bentian Besar, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur yang baru pertama kali ke Bali itu, mengaku banyak kesan yang didapat dari kunjungannya selama beberapa hari di Bali.
"Di Bali saya sangat senang dan hampir setiap hari sebelum melakukan kunjungan selalu bangun jam 03.00 Wita atau menjelang subuh untuk mempersiapkan sarana kunjungan belajar," ujarnya.
Peserta juga mendapatkan motivasi dari Nena Mawar Sari (psikolog RSUD Wangaya), Amanda Gelgel (pakar komunikasi Universitas Udayana), tim Kodam IX/Udayana (nasionalisme), dan tim LKBN Antara Biro Bali (jurnalistik/medsos). Terkait program SMN 2018 di Bali pada 12-20 Agustus 2018 itu, LKBN Antara Biro Bali menerima Piagam Penghargaan (6/9) sebagai salah satu narasumber dalam acara itu.
Ya, berbagai pengalaman puluhan siswa mengikuti SMN di Bali itu akan dapat menanamkan rasa kebangsaan, pengenalan BUMN, wisata alam, budaya, dan edukasi lainnya, yang nantinya akan dapat menjadi modal generasi muda untuk membangun Tanah Air dengan keragaman di dalamnya.
"Indonesia itu luas dan beragam, kenali dan sampaikan hal-hal positif yang kalian temukan di Nusantara, khususnya Bali, karena kita perlu menjaga persatuan, kekompakan, dan toleransi untuk membangun bangsa yang majemuk," kata Ketua Panitia SMN 2018 (BHUN 2018) dari PT Asuransi Jiwasraya Wiwik Prihatini. (*)
Video oleh Edy M Ya'kub
Pelajaran mahal (toleransi) dari Pulau Dewata (video/SMN)
Rabu, 22 Agustus 2018 10:11 WIB
Dengan adanya program BUMN hadir untuk negeri yang mengajak siswa mengenal Nusantara-nya akan menambah wawasan siswa tentang budaya daerah di Bali khususnya. Pengalaman yang tidak pernah terlupakan bagi siswa