Denpasar (Antaranews Bali) - Bentara Budaya Bali (BBB), lembaga kebudayaan nirlaba Kompas-Gramedia di Ketewel, Kabupaten Gianyar, menggelar pameran "Sang Subjek" melibatkan 50 perempuan perupa dari 22 ibu, berlangsung selama seminggu hingga 30 April 2018.
"Pameran menyuguhkan 50 karya seni rupa beragam medium serta satu karya instalasi kolaborasi dibuka setiap hari mulai pukul 10.00-18.00 waktu setempat, juga dimeriahkan dengan sesi workshop, dengan memperkenalkan material untuk melukis batik yang ramah lingkungan yakni lilin dingin," kata staf program BBB, Idayati, di Denpasar, Selasa.
Ia mengatakan, bahan melukis batik dengan lilin dingin yang bersumber dari material bubuk asam Jawa yang dicampur dengan sejenis lemak nabati. Karena sifatnya yang ramah lingkungan, material tersebut sangat aman digunakan oleh anak-anak.
Dalam pelaksanaan workshop tersebut disediakan 50 spanram berukuran 30 x 30 cm, beserta lengkap dengan materialnya yang dapat diikuti oleh masyarakat umum secara gratis.
Kegiatan workshop tersebut dipandu oleh Ariesa Pandanwangi, Cama Juli Ria, Didit Atridia, Nuning Damayanti, dan Vidya Kharishma.
Usai workshop tersebut dilanjutkan dengan Timbang Pandang bersama Hardiman, kurator yang juga akademisi di Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, serta juga perwakilan seniman antara lain Risca Nogalesa dan Nina Fajariah. Dialog akan mengetengahkan pembacaan seputar tematik pameran kali ini terkait konsep Perempuan sebagai Sang Subjek, berikut keberadaan Komunitas 22 Ibu dalam dunia seni rupa Indonesia kini.
Pameran 'Sang Subjek' diikuti 50 perempuan perupa dari Komunitas 22 Ibu, di antaranya Ariesa Pandanwangi, Arleti Mochtar Apin, Arti Sugiarti, Ayoeningsih Dyah Woelandhary, Bayyinah Nurrul Haq, Belinda Sukapura Dewi, Cama Juli Ria, Didit Atridia, Dina Lestari, Dini Birdieni, Dyah Limaningsih Wariyanti, Endah Purnamasari, Endang Caturwati, Eneng Nani Suryati dan Erni Suryani.
Selain itu juga Ety Sukaetini, Gilang Cempaka, Ika Kurnia Mulyati, Lisa Setiawati, Luki Lutvia, Meyhawati Yuyu Julaeha Rasep, Nia Kurniasih, Nida Nabilah, Niken Apriani, Nina Irnawati, Nina Fajariah, Nita Dewi Sukmawati, Nenny Nurbayani, Nuning Damayanti, Nurul Primayanti, Ratih Mahardika, Rina Mariana, Risca Nogalesa, Shitra Noor Handewi "Evie Sapiie", Siti Sartika, Siti Wardiyah, Sri Nuraeni, Sri Rahayu Saptawati, Sri Sulastri, Talitha Y, Tjutju Widjaja, Ulfa Septiana, Vidya Kharishma, Wanda Listiani, Wida Widya Kusumah, Wien K Meilina, Yetti Nurhayati, Yunita Fitra Andriana, Yustine dan dr Zaenab Ahmad Shahab.
Hardiman mengungkapkan bahwa perempuan perupa Komunitas 22 Ibu adalah subjek seni rupa. Mereka menentukan konsep, genre, tema, gaya, media, hingga hal-hal kecil lain yang menyangkut kekaryaan. Penentuan tersebut adalah salah satu sikap yang memperlihatkan posisi perempuan Komunitas 22 Ibu ini sebagai Sang Subjek.
?Sesungguhnya ada dua hal pokok yang bisa dibincangkan dari pameran ini. Pertama, unsur visual yang direpresentasikan oleh Komunitas 22 Ibu tentang Sang Subjek. Kedua, unsur gagasan yang tersembunyi di balik visual yang mereka hadirkan, atau pergulatan makna tentang tematik pameran ini, ? ujar Hardiman.
Komunitas 22 Ibu merupakan komunitas para ibu lintas institusi, yang mewadahi kesamaan berkarya seni, pameran, penulisan buku tentang seni rupa, wisata kuliner, gathering, dan lain-lain. Anggota komunitas ini berasal dari pendidik seni rupa dari berbagai wilayah di Indonesia, pengusaha, desainer dan seniman, ujar Hardiman. (WDY)