Bangli (Antara Bali) - Kasus tindak korupsi dugaan penggelapan dana bantuan sosial dari Gubernur Bali yang melibatkan Prebekel Yangapi, Kabupaten Bangli, akan diagendakan pada hari Senin (18/7) dengan sidang eksepsi Penasehat Hukum atas dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Sidang akan kami lanjutkan Senin depan dengan pembacaan eksepsi penasehat hukum atas dakwaan JPU, " kata Ketua Majelis Hakim Wisnu Kristiyanto SH di Bangli, Rabu.
Sementara Perbekel Yangapi I Made Adnyana (33) didampingi Penasehat Hukum (PH) Kompiang Dirga,SH pada persidangan terungkap terdakwa diduga menggelapkan bantuan sosial Pemprov Bali tahun 2010 yang digelontorkan melalui Kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) untuk pos peningkatan fasilitas dan pengembangan sarana pedesaan untuk Desa Yangapi sebesar Rp 50 juta.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Frengkie Soon dkk, dinyatakan bahwa, pada tahun itu terdakwa selaku perbekel (kepala desa) mengajukan proposal bantuan sosial kepada Gubernur Bali untuk pembangunan perluasan jaringan air bersih.
"Setelah proposal itu mendapat persetujuan gubernur Bali, proses pencairan dilakukan dalam dua tahap," jelasnya.
Pada tahap pertama dicairkan sebesar 70 persen atau Rp 35 juta tanggal 17 September 2010, tahap kedua baru bisa dicairkan 1 Desember 2010 sebesar 30 persen atau Rp 15 juta.
Setelah bantuan pertama disalurkan ke rekening Bank BPD Bali Cabang Bangli melalui rekening atas nama kepala desa Yangapi, kata dia akhirnya terdakwa melakukan pencairan 23 September 2010.
"Namun terdakwa tidak menyerahkan uang itu kepada saksi yang juga Ketua Panitia pembangunan sarana air bersih Desa Yangapi I Nengah Sabar Agustawan," ujarnya.
Terdakwa langsung membeli pompa air "groundpos JP basic 7" seharga Rp 6 juta.
"Barang itu diserahkan kepada panitia pembangunan, sementara sisa uang sebesar Rp 29 juta disimpan terdakwa," jelasnya.
Untuk menerima bantuan tahap kedua, kata dia terdakwa membuat SPJ seolah-olah seluruh dana tahap satu telah dipergunakan untuk membiayai pembuatan jaringan air bersih itu tanpa sepengetahuan panitia pembangunan.
"Dalam SPJ itu dilampirkan kwitansi tertanggal 22 September 2010 sejumlah Rp 7 juta pembelian pipa ukuran 4 dim sebanyak 500 batang, tertanggal 24 September 2010 sebesar Rp 25 juta untuk pembelian bahan material pembangunan penampungan air," jelasnya.
Kemudian pada tanggal 16 Desember 2010, terdakwa memerintahkan saksi I Ketut Darma selaku kepala urusan keuangan Desa Yangapi mengambil uang bantuan tahap dua sebesar Rp 15 juta ke BPD Bali Cabang Bangli.
"Terdakwa meminta saksi untuk menyimpan uang itu padahal seharusnya diserahkan ke panitia pembangunan untuk dipergunakan membiayai perluasan jaringan air bersih," katanya.
Perbuatan terdakwa, jelas dia telah menyalahgunakan kesempatan yang ada karena jabatanya sebagai kepala desa.
"Uang sebesar Rp 29 juta telah dipergunakan untuk kepentingan diri sendiri, diberikan kepada orang lain Rp 15 juta," katanya.
Perbuatan terdakwa, kata Frengkie Soon, telah merugikan kas negara sebesar Rp44 juta sehingga dijerat dengan pasal 3 UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo UU 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31.(*)