Denpasar (Antara Bali) - Sanggar Seni Asta Musti mementaskan instrumen musik "Bumbung Gebyog" dalam ajang Pesta Kesenian Bali ke-39, yang bagi masyarakat Kabupaten Bangli digunakan sebagai sarana untuk memanggil arwah.
"Bumbung Gebyog ini sebagai pengiring rangkaian upacara Ngaben (pembakaran jenazah). Biasanya sehari sebelum prosesi Ngaben, dilakukan prosesi pemanggilan arwah (prosesi Ngentenin) tepat tengah malam dengan menggunakan Bumbung Gebyog ini," kata Dewa Nyoman Candra, Koordinator Sanggar Seni Asta Musti di sela-sela pementasan di Taman Budaya Denpasar, Senin.
Tujuan pemanggilan arwah tersebut, ujar dia, adalah untuk memberitahukan bahwa orang yang meninggal tersebut akan dibuatkan ritual kremasi.
Instrumen Bumbung Gebyog ini dimainkan dengan cara memukul sebuah petungan atau ketungan yang berbentuk perahu terbuat dari kayu. Alat ini dibunyikan dengan cara memukulkan alat pukul yang terbuat dari bambu ke kayu berbentuk seperti perahu itu.
"Kayu yang digunakan itu kayu khusus yakni dari kayu bunut. Kayu ini termasuk jenis prabu kayu dalam sastra yang menjadi acuan kami," ucapnya.
Dewa Candra menambahkan, bagi masyarakat Kabupaten Bangli, instrumen Bumbung Gebyog ini akan digunakan khusus untuk upacara kematian yang jenazahnya telah dikubur terlebih dahulu atau dikenal dengan tingkatan "Nyiwa Rsi".
"Dalam PKB ini, kami merasa terketuk untuk menampilkan karena biar masyarakat luas lebih mengetahui kesenian ini. Di samping, di daerah kami (Desa Tambahan) juga sempat tidak ada yang memainkannya," ujarnya.
Dewa Candra mengharapkan ke depannya generasi muda lebih tertarik untuk memainkan instrumen musik ini agar jangan sampai punah.
Untuk pementasan dalam PKB kali ini, pihaknya memerlukan waktu sekitar empat bulan. Itu termasuk dari proses penebangan kayu, mencari hari baik (dewasa) untuk pembuatannya, hingga proses latihan.
Dalam pementasan di Taman Budaya tersebut, Bumbung Gebyog dipadukan juga dengan alat musik lainnya seperti suling (seruling) dan tingklik serta dimainkan oleh 15 orang. (WDY)