Denpasar (Antara Bali) - Perkembangan instrumen musik tradisional Bali memperoleh konsonan baru yang lebih mengarah pada keheningan dalam bentuk estetika setelah seni musik itu mengalami kemelut dalam abad ini.
"Sejarah musik bisa saja disimpulkan sebagai sebuah peperangan antara dua tren, satu pihak berminat menggabungkan hal-hal yang dinilai indah ke dalam struktur formal, sedangkan di lain pihak kebebasan berekspresi yang menghancurkan batasan dan persyaratan," kata I Wayan Gede Yudane, alumnus Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Selasa.
Saat berbicara dalam seminar "Peran Aktif Alumni Dalam Implementasi Membangun Karakter Bangsa", pelaku dan praktisi seni di perkampungan seniman Ubud, Kabupaten Gianyar, itu menilai, petualangan seni yang cukup menggairahkan, mendorong komposisi ke batas yang maksimal.
Dengan demikian, musik sepanjang abad ini telah diperkaya oleh suara yang mengizinkan untuk mengekpresikan kedalaman dan kepekaan, meskipun tidak dalam konteks universal.
"Paling tidak dalam arti yang relevan dan kekinian sehingga harus mampu menempatkan diri pada posisi yang terhubung dengan masa lalu dan memperhitungkan keberadaan musik dan suara, termasuk kemungkinan teknis akustik," ujar Gede Yudane dihadapan peserta senimar sehari yang digelar dalam menyambut dies natalis IX dan wisuda sarjana seni X.(IGT/T007)