Denpasar (Antara Bali) - Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Bali mengharapkan pemerintah dapat mengkaji kembali besaran tarif kenaikan penerbitan dan pengesahan STNK dan BPKB dengan melibatkan publik.
"Berdasarkan informasi-informasi publik yang dibaca lewat media sosial, kami melihat sudah ada rasa kurang terima dari masyarakat terhadap kebijakan tersebut," kata Kepala ORI Bali Umar Ibnu Alkhatab, di Denpasar, Jumat.
Meskipun secara spesifik ORI Bali belum menerima pengaduan dari masyarakat terkait dampak kebijakan itu, namun selama ini pihaknya melihat kebijakan untuk menaikkan tarif pengurusan STNK (surat tanda nomor kendaraan) dan BPKB (buku pemilik kendaraan bermotor) tersebut tidak melalui uji publik.
"Kalau bisa, agar direview kembali dengan melibatkan publik, sehingga kebijakan itu benar-benar bisa didukung oleh semua pihak," ujarnya.
Seperti diketahui, kenaikan pengurusan STNK dan penerbitan BPKB yang termasuk dalam jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP), mengacu pada Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNPB.
Menurut Umar, berdasarkan UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, mensyaratkan bahwa seharusnya masyarakat bisa mendapatkan informasi yang lengkap sebelum kebijakan itu diterapkan.
"Jadi kesannya tidak lantas menerapkan kebijakan begitu saja. Bagaimana ketika kebijakan itu berdampak masyarakat ekonomi lemah?," ucapnya mempertanyakan.
Apalagi, Umar berpandangan selama ini pelayanan dalam pengurusan Samsat juga belum optimal, dimana-mana masih terjadi antrean panjang dan masyarakat harus menunggu lama.
"Belum tentu setelah kebijakan ini berjalan, pelayanan publik akan menjadi lebih baik dan lebih transparan," katanya.
Pihaknya saat ini masih dalam proses mengkaji dampak kenaikan tersebut bagi publik, dan hal ini juga menjadi perhatian pusat.
Di samping itu, kebijakan kenaikan tarif ini dinilai Umar berpotensi memunculkan praktik pungutan liar dengan memanfaatkan celah-celah dan kesempatan yang ada. (WDY)