Menurut dia dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia, di Jakarta, Selasa malam, arah kebijakan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter tetap terbuka untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat dan seimbang.
Namun ketika dihadapkan pada situasi penuh tekanan ekonomi, Bank Indonesia akan memastikan terlebih dahulu stabilitas ekonomi terjaga, untuk kemudian mengoptimalkan bauran kebijakan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Jika kami sedang dalam periode harus memilih stabiliasasi atau pertumbuhan, kita harus yakinkan stbailisasi itu ada," kata Agus menjawab mengenai sikap dan kebijakan moneter Bank Indonesia yang diduga kembali mengutamakan stabilitas di atas pertumbuhan (stability over growth) pada 2017.
Pada pertengahan 2016 ini, dengan laju inflasi yang terjaga, Bank Indonesia sudah memberi sinyal telah menggeser kebijakan moneternya dari yang sebelumnya megarahkan pada stabilitas perekonomian, menjadi kebijakan moneter yang mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pergeseran
kebijakan itu ditandai dengan penurunan suku bunga acuan dan Giro Wajib
Minimum yang masing-masing mencapai 150 basis poin sepanjang tahun.
Pada 2017, Agus mengakui bank sentral harus lebih mencermati tanangan ekonomi global yang akan menerpa perekonomian domestik.
"Tantangan ekonomi gobal belum akan pulih, mengingat banyak risiko di harga komditas dan pasar keuangan. Tantangan tersebut harus dicarikan solusi yang lebih mendasar agar tidak signifikan berdampak ke ekonomi domestik," kata dia.
Pada 2017, Agus mengakui bank sentral harus lebih mencermati tanangan ekonomi global yang akan menerpa perekonomian domestik.
"Tantangan ekonomi gobal belum akan pulih, mengingat banyak risiko di harga komditas dan pasar keuangan. Tantangan tersebut harus dicarikan solusi yang lebih mendasar agar tidak signifikan berdampak ke ekonomi domestik," kata dia.
Stabilitas ekonomi, lanjut Martowardojo, harus terjaga. Dengan stabilitas yang terjaga, maka laju kegiatan ekonomi akan lebih cepat, dan di sisi lain laju inflasi tetap terkendali.
Terjaganya stabilitas ekonomi itu pula yang membuat BI agresif dalam menurunkan suku bunga acuan dan Giro Wajib Minimum pada 2016 masing-masing sebesar 150 basis poin.
"Jika ada stabilitas, maka ruang untuk tumbuh cepat akan terbuka," kata dia.
Dalam jangka pendek Indonesia dihadapkan pada dua tantangan utama. Pertama, stimulus fiskal yang belum signifikan menarik investasi swasta, yang terlihat dari rendahnya investasi swasta untuk sektor non-bangunan hingga triwulan III 2016.
Pelambanan investasi swasta juga karena swasta masih banyak berkonsolidasi dan restrukturisasi setelah diterpa imbas negatif dari perlambatan ekonomi pada 2015.
Tantangan selanjutnya transmisi kebijakan moneter ke suku bunga perbankan yang belum efektif. Dengan penurunan suku bunga acuan sebesar 150 basis poin, suku bunga kredit baru turun 60 basis poin, sedangkan suku bunga deposito sebesar 108 basis poin.
"Kebijakan moneter ke perbankan belum bertransmisi secara merata," ujarnya.
Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun depan akan berada di rentang 5,0-5,4 persen, setelah pada 2016 ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh 5,0 persen. (WDY)