Denpasar (Antara Bali) - Ketua Komisi IV DPRD Bali I Nyoman Parta mengatakan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2012 tentang Lembaga Perkreditan Desa (LPD) tidak akan dicabut.
"Saya memastikan dan menjamin Perda tentang LPD tetap dipertahankan, kendati UU Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) mengatur LPD tunduk pada hukum Adat Bali," katanya seusai mengadakan rapat dengan Badan Kerja Sama (BKS) LPD dan instansi terkait di Denpasar, Senin.
Ia mengatakan, walau Perda LPD tersebut tidak dicabut, namun perlu dilakukan revisi sebab tidak ada pasal dalam Perda LPD yang akan dicabut. Sebaliknya, revisi itu dilakukan dengan penambahan beberapa pasal dan ayat baru.
"Tadi sudah didiskusikan isinya, tidak ada yang diubah. Tidak ada pasal yang dibuang. Itu hanya direvisi dengan menambah ayat dan pasal baru. Revisi itu untuk memperkuat dan menyempurnakan Perda itu," ujarnya.
Ia menjelaskan, beberapa rancangan pasal baru yang akan ditambahkan saat revisi perda itu. Di antaranya, terkait LP (Lembaga Pengawas) LPD.
Pasal itu menyangkut penambahan fungsi LPD untuk mengaudit LPD yang selama ini belum tercantum dalam Perda LPD. Selain LP LPD, masalah regenerasi kepala/ketua LPD juga akan diakomodir dalam pasal atau ayat baru.
"Termasuk akan diatur pula mengenai lembaga yang mengeluarkan sertifikat atau surat keterangan calon kepala LPD," katanya.
Dengan demikian, kata dia, perda itu nanti akan mengatur pendidikan maupun tentang persiapan calon ketua/kepala LPD.
"Seorang kepala LPD jika nanti waktunya sudah habis itu 56 tahun, dia diganti oleh calon yang sudah memiliki sertifikasi jadi kepala LPD," katanya.
Parta mengatakan, fungsi Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) juga akan diperjelas dalam revisi perda tersebut. Sebab, MUDP lahir karena ada Perda tentang Desa Pakraman. Namun disebut pula dalam Perda LPD dengan fungsi memberikan pertimbangan.
"Fungsi MUDP dalam Perda LPD ini harus diperjelas agar tidak bersinggungan dengan LP LPD. Kalau MUDP diperlukan, apakah fungsinya hanya segitu saja. Apa MUDP itu diperlukan atau tidak, itu masih akan kita rumuskan dulu karena kita belum mengundang MUDP," ucapnya.
Selain itu, kata dia, perdebatan tentang setoran dana lima persen dari keuntungan LPD setiap tahun ke LP LPD juga akan dipertegas lagi dalam revisi Perda tersebut.
Menurut Parta, akan ada pasal atau ayat yang mengatur sanksi bagi LPD yang tidak menyetor dana itu. Namun sanksi yang dimaksud bukanlah sanksi pidana. Juga akan diatur soal penghargaan bagi LPD yang berprestasi.
Sebelumnya, Ketua LPD Kedonganan Ketut Madra menolak menyerahkan iuran sebesar lima persen dari total keuntungan LPD setahun ke LP LPD. Bahkan sikap tegas itu sudah dimulai sejak tahun 2010.
Madra beralasan, LP-LPD tidak transparan mengelola dana tersebut yang jumlahnya mencapai puluhan miliar setiap tahun. Untuk tahun 2015, iuran LPD yang disetorkan ke LP-LPD jumlahnya diperkirakan mencapai Rp20 miliar.
"Kami tidak pernah mendapat laporan penggunaan dana itu. Sejak tahun 2010 kami tidak membayar iuran kepada LP-LPD," ucapnya.
Ia menambahkan, pertanggungjawaban pengelolaan dana itu tidak jelas. Bahkan, rancangan penggunaan dana itu juga tidak transparan.
"Penggunaan anggaran oleh LP LPD harus mendapat persetujuan MUDP," katanya.
Alasan lain penolakan itu, kata Madra, karena LP-LPD dinilai tidak tepat sebagai pembina LPD. Karena LPD itu milik desa adat. Berbagai resiko yang terjadi dengan keberadaan LPD selama ini menjadi tanggung jawab desa adat setempat.
"Karena itu semestinya LPD dibina desa adat. Setor iuran lima persen ke LP-LPD tidak sesuai dengan kepemilikan LPD. Mereka hanya terima iuran, tapi kalau ada resiko yang terjadi pada LPD itu tangggung jawab desa adat sebagai pemilik LPD. LP tidak bertanggung jawab," katanya. (WDY)
DPRD Jamin Perda Tentang LPD Tak Dicabut
Selasa, 30 Agustus 2016 7:19 WIB