Denpasar (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Denpasar menuntut terdakwa I Wayan Mudana (59), mantan Ketua LPD Intaran, Sanur dipidana penjara selama 7,5 tahun dalam perkara dugaan korupsi Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Intaran, Sanur.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Denpasar Mia Fida Erliyah dalam sidang agenda tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Selasa menuntut supaya Majelis Hakim yang diketuai Putu Ayu Sudariasih menjatuhi terdakwa dengan pidana penjara selama 7,5 tahun karena merugikan keuangan negara.
"Menuntut, supaya Majelis Hakim menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kesatu primair," kata Mia.
Jaksa menyimpulkan perbuatan Mudana sudah memenuhi unsur sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor Jis Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain pidana badan, Kepala LPD periode 2009 hingga 2022 itu juga dituntut membayar denda sebesar Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan. Juga membayar uang pengganti kerugian negara Rp1,6 miliar.
Baca juga: Jaksa tuntut warga Australia enam bulan penjara karena pukul orang Jerman
Apabila terdakwa tidak mampu membayar uang tersebut dalam kurun waktu satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta benda terdakwa bisa disita dan dilelang untuk mengganti uang pengganti. Jika tidak memiliki harta yang cukup, maka diganti dengan pidana penjara selama tiga tahun enam bulan (3,5 tahun).
Dalam pertimbangan JPU, hal yang memberatkan terdakwa yakni perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam hal pemberantasan korupsi dan merugikan keuangan negara, keuangan daerah, serta keuangan LPD Desa Pekraman Intaran.
Sementara itu, hal yang meringankan terdakwa telah mengembalikan kerugian keuangan negara sebesar Rp 200 juta (nantinya dimasukan sebagai uang pengganti).
Selain itu, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa sebagai tulang punggung keluarga, bersikap sopan di persidangan dan mengakui perbuatannya, serta menyesal dan tidak akan mengulangi perbuatannya.
Terdakwa dan kuasa hukumnya akan menyampaikan nota pembelaan (pledoi) pada 27 Mei 2025.
Sebelumnya, dalam dakwaan JPU dijelaskan mantan Ketua LPD Intaran I Wayan Mudana didakwa dengan dengan dakwaan Kesatu primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Tipikor sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor Jis Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca juga: Jaksa tuntut WN Australia penganiayaan security Finns Beach Club Bali
Dakwaan kesatu subsidair, Pasal 3 Jo. Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor Jis. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua Pasal 8 Jo. Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jis. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Mudana diduga kuat telah memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri. Dalam hal ini, terdakwa membuat kebijakan sendiri, termasuk pengajuan kredit atas nama pribadi untuk pengambilalihan agunan nasabah yang macet, tanpa persetujuan dari prajuru adat maupun pengawas LPD.
Pria itu disebut memanfaatkan celah tidak adanya awig-awig atau aturan tertulis terkait pengelolaan Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) dan Standar Operasional Prosedur (SOP) di LPD Intaran.
Selain itu, terdakwa mengabaikan prosedur dan analisis kredit yang seharusnya dilakukan dengan memaksa Saksi I Ketut Mertayasa selaku Kepala Bagian Kredit untuk menandatangani dokumen kredit tanpa melalui proses yang seharusnya. Apabila tidak diikuti atau dituruti, maka terdakwa marah-marah.
Dana dari kredit yang terdakwa ajukan sendiri digunakan untuk berbagai keperluan pribadi, seperti pembelian tanah di Takmung, Klungkung, pembayaran utang di Koperasi Citra Mandiri dan transaksi lainnya.