Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Provinsi Bali dalam tahun anggaran 2016 sudah merealisasikan bantuan hibah untuk 124 proposal, dengan nilai bantuan sebesar Rp48,48 miliar lebih.
"Berdasarkan data yang kami himpun, sepanjang tahun ini hingga 11 Agustus, bantuan hibah yang sudah cair tepatnya Rp48.480.404.750 atau 11 persen dari total dana yang dialokasikan," kata Kepala Biro Keuangan Setda Provinsi Bali Ida Bagus Ngurah Arda, di Denpasar, Jumat.
Pihaknya tidak memungkiri jika bantuan hibah yang sudah dicairkan itu relatif kecil dibandingkan dengan jumlah total proposal yang masuk sebanyak 5.847 proposal dengan nilai Rp458,82 miliar lebih.
Dia menambahkan, hibah yang sudah cair mayoritas untuk hibah desa pakraman (desa adat) masing-masing sebesar Rp200 juta dan juga untuk lembaga yang pembentukannya diatur oleh peraturan perundang-undangan seperti ini PMI, KONI, Pramuka.
Sedangkan hibah untuk kelompok masyarakat baru dua proposal yang sudah cair yaitu untuk Pangempon Pura Dadia Sengkidu senilai Rp25 juta dan Desa Pakraman Dalem Setra Batunggul, Kabupaten Klungkung senilai Rp50 juta.
Menurut dia, penyebab agak terlambatnya pencairan hibah untuk tahun ini tidak terlepas dari adanya perubahan regulasi yang mengatur penyaluran hibah dan bansos.
Ngurah Arda mengemukakan, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos yang bersumber dari APBD itu baru terbit 23 Maret lalu, dan baru dapat diakses lewat website pada 13 April 2016. Namun demikian, jajaran Pemprov Bali terus mengintensifkan komunikasi dan koordinasi dengan Kemendagri sebelum sosialisasi atas Permendagri itu digelar.
"Dibandingkan dengan daerah lain, sebenarnya Bali sudah start duluan dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia, dibuktikan dengan penerbitan Peraturan Gubernur Bali No 29 Tahun 2016 tentang Pemberian Hibah dan Bansos pada 30 Mei lalu, sebagai tindak lanjut dari Permendagri yang baru. Padahal Mendagri baru menyosialisasikan Permendagri 14/2016 pada 30 Mei juga di saat Pergub Bali sudah terbit," ucapnya.
Dia menambahkan, proses verifikasi proposal hibah ke lapangan dilakukan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang membawahi. Setelah verifikasi, dilanjutkan dengan penerbitan SK oleh Biro Hukum, kemudian ke proses naskah perjanjian hibah daerah (NPHD). "Biro hukum sudah menerbitkan 133 SK dan yang sedang berproses ada 279 SK. Satu SK itu bahkan ada yang untuk 50 kelompok" ujarnya.
Dengan adanya berbagai perubahan regulasi, lanjut Ngurah Arda, telah berimplikasi harus dilakukan penyesuaian terhadap kelengkapan administrasi seperti halnya dari sisi struktur organisasi dari mereka yang mengajukan proposal harus disahkan oleh kepala desa, camat, hingga SKPD yang membidangi di kabupaten/kota.
Demikian juga harus disertai dengan surat pernyataan bahwa kelompok masyarakat tersebut tidak menerima hibah pada tahun sebelumnya. Hal-hal itulah yang kemungkinan menyebabkan masyarakat menjadi agak lambat untuk melengkapi administrasinya, di samping SKPD harus melakukan verifikasi ke berbagai daerah yang letaknya jauh dari Kota Denpasar.
"Memang Pak Gubernur sudah terus mendorong jajarannya untuk segera merealisasikan hibah ini, namun tetap tidak boleh mengesampingkan norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) yang ada agar nantinya tidak tersangkut kasus hukum," ujar mantan Penjabat Bupati Karangasem itu. (WDY)