Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Provinsi Bali hingga saat ini belum menerapkan rasionalisasi aparatur sipil negara seperti wacana yang sempat dilontarkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
"Isu pemangkasan satu juta pegawai itu baru idenya Pak Yuddy (mantan Menteri MenpanRB-red) dan belum menjadi kebijakan nasional, sehingga di daerah pun belum menyikapi," kata Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Bali Ketut Rochineng, di Denpasar, Minggu.
Rochineng tidak memungkiri akibat munculnya wacana tersebut telah menimbulkan pro dan kontra, pemerintah daerah juga belum bisa menerima jika wacana tersebut benar-benar dilaksanakan menjadi suatu kebijakan.
"Jika dengan alasan efisiensi anggaran, tentunya harus dilakukan berbagai persiapan, tidak serta merta pegawai harus dipangkas," ucap salah satu birokrat yang akan maju dalam Pilkada Kabupaten Buleleng itu.
Menurut dia, kalaupun ada ASN yang terbukti merugikan dan membebani anggaran negara, jika terpaksa harus dirasionalisasi, itupun harus disertai dengan kompensasi yang jelas sesuai dengan ketentuan yang berlaku. "Intinya tidak boleh sewenang-wenang," ujarnya.
Untuk melakukan rasionalisasi atau perampingan ASN, lanjut Rochineng, sebelumnya haruslah dilakukan pengukuran kinerja terlebih dahulu, siapa-saja yang tidak berkinerja dengan kualifikasi yang jelas dan tepat.
Di sisi lain, Rochineng enggan berkomentar terkait apakah wacana rasionalisasi ASN itu menjadi salah satu penyebab Yuddy Chrisnandi harus diganti atau di-reshuffle oleh Presiden Joko Widodo.
"Kinerja menteri selain dinilai oleh masyarakat, tentu oleh Presiden langsung. Jadi Beliau (presiden) yang lebih mengetahui," ucapnya sembari mengatakan bahwa program-program baik yang telah dicetuskan Yuddy Chrisnandi tentunya tidak salah untuk diteruskan.
Rochineng juga kembali mengingatkan agar jajaran ASN di Provinsi Bali senantiasa menunjukkan kinerja yang terbaik. (WDY)