Denpasar (Antara Bali) - Ketua Panitia Khusus Aset DPRD Bali Wayan Gunawan mengatakan hasil kerja Pansus Aset selama ini masih belum bisa menemukan surat pelepasan hak aset pemprov berupa tanah seluas 2,52 hektare yang digunakan untuk membangun Hotel Bali Hyatt Sanur.
"Belum membuahkan hasil dari investigasi dan turun ke lapangan mengenenai aset pemprov yang digunakan membangun Hotel Bali Hyatt di Sanur," katanya di Denpasar, Selasa.
Menurut Gunawan, meski berbagai rapat sudah digelar, turun langsung ke lapangan, mengundang para pihak, seperti pejabat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), mantan bupati dan para petinggi dari PT Wynccorn, tapi hasilnya masih belum jelas atau nihil.
Ia mengatakan surat pelepasan hak aset yang dimaksud adalah surat dari Biro Tata Pemprov Bali bernomor 5/94/1972 tertanggal 27 Maret 1972. Secara fisik surat tersebut tidak ditemukan. Surat yang diduga siluman inilah yang dijadikan dasar oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) ketika mengirim surat ke BPN wilayah Bali untuk mengubah sertifikat HPL (hak pemanfaatan lahan) menjadi HGB (hak guna bangunan) terhadap aset tersebut.
"Surat pelepasan hak itu sampai sekarang tidak ditemukan. Kita tak tahu, pelepasan hak itu kepada siapa. BPN Bali juga tak bisa menemukan surat itu," katanya.
Menurut Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Bali ini mengatakan tanah 2,52 hektare di Hotel Bali Hyatt Sanur yang ada sekarang merupakan aset milik Pemerintah Provinsi Bali. Hal itu dibuktikan dengan Surat Gubernur Bali yang saat itu dijabat oleh Sukarmen tertanggal 8 Juni 1971.
Dikatakan, luasnya 0.87 hektare (DN 71) dan 1,65 hektare (DN 72). Namun, dalam perjalanannya aset Pemprov tersebut dijadikan sebagai modal bergabung dengan sejumlah pemilik modal di dalamnya yang dihitung dalam bentuk saham.
"Yang belum dapat ditelusuri mengenai bukti-bukti ketika dilakukan penjualan saham oleh Widodo Sukarno dengan alasan pihak perusahaan merugi terus saat itu. Namun dalam surat kuasa penjualan oleh Raden Subiarto, penjualan saham tersebut tidak ada menyebutkan penjualan saham yang dimiliki Pemprov Bali.
Hal Itu menyimpulkan aset Pemprov Bali masih utuh dan terbukti Pemprov Bali juga belum pernah menjual kepada siapa pun. Tapi justru ada surat pelepasan hak, tapi surat itu tak pernah ada," katanya.
Menurut Gunawan, upaya menelusuri aset tersebut, pihaknya memulai dari surat Gubernur Bali Sukarmen tahun 1972 yang saat itu tanah aset Pemprav Bali diikutsertakan sebagai saham. Pemilik saham, tentunya dalam setiap tahunnya akan mendapatkan pembagian deviden, akan tetapi dalam realitanya tidak pernah terlihat laporan di Biro Keuangan ada penerimaan deviden.
"Tiba-tiba muncul dan ditemukan ada pelepasan hak atas tanah pemprov yang sebelumnya dijadikan saham. Pelepasan hak ini, sampai sekarang kita belum menemukan buktinya sehingga Pansus Aset DPRD Bali terus mengejar surat bukti pelepasan hak itu, kepada siapa aset Pemprov itu dilepas," katanya.
Gunawan mengatakan dalam surat tersebut Gubernur Sukarmen menyatakan bahwa aset di Bali Hyatt dijadikan penyertaan modal dalam bentuk saham. Namun demikian dokumen surat pelepasan asetnya belum ditemukan apakah dilepas kepada PT Wynncor atau pada siapa dokumennya belum ditemukan akan tetapi nomor suratnya ada.
Hal ini tentunya masih jadi misteri yakni tidak ada dokumen penjualan saham terdata di Pemprov Bali dan sampai saat ini dokumen itu juga belum ditemukan.
"Kalau memang benar seperti itu, permasalahan selesai dan Pemprov tidak ada memiliki aset lagi disana. Sepanjang aset bukti itu belum ditemukan," katanya. (WDY)
Pansus DPRD Telusuri Aset di Bali Hyatt
Selasa, 15 Desember 2015 21:25 WIB