Badung (Antara Bali) - Ketua Koperasi Tani Mertanadi, Desa Plaga, Badung, Bali, I Wayan Supariasa mengaku kewalahan memenuhi permintaan pasar luar negeri untuk sayuran asparagus, karena permintaan pasar lokal sangat tinggi.
"Secara kuantitas (jumlahnya) kami belum dapat memenuhi permintaan pasar luar negeri seperti Australia, Jepang dan Singapura untuk jenis sayuran itu," ujar Wayan Supariasa, saat dihubungi di Denpasar, Sabtu.
Ia mengatakan, banyaknya permintaan pasar luar negeri untuk jenis sayuran itu karena kualitas asparagus yang dihasilkan petani di Desa Petang, Plaga sangat baik dibandingkan dengan daerah lainnya.
Supariasi menuturkan, luas lahan asparagus yang dimiliki kelompok tani di daerah itu mencapai 65 hektare. Namun, yang produktif kurang lebih 25 hektare.
Untuk satu kali panen, kata dia mampu memproduksi asparagus mencapai 200 hingga 300 kilogram per hari. Namun, masih belum mencukupi untuk mengekspor sayuran itu, karena permintaan pasar lokal untuk sayur itu mencapai 300 kilogram per hari.
"Dalam sehari kelompok tani disini mampu meraup omzet penjualan Rp5 juta hingga Rp10 juta per hari," ujarnya.
Untuk jangka waktu penanaman dari bibit asparagus berlangsung enam hingga tujuh bulan mulai panen, setelah itu panennya setiap hari selama jangka waktu tiga bulan.
Kemudian, akan terjadi massa jeda setelah panen karena induknya mengalami penuaan dan diakukan pemangkasan kemudian kurun waktu 25 hari hingga 30 hari selanjutnya akan dapat dipanen kembali.
"Sekali tanam sayuran asparagus ini akan terus tumbuh dan berkembang secara terus menerus hingga berusia delapan tahun," ujarnya.
Ia mengakui, untuk pembibitan asparagus kualitas utama (F1) saat ini, masih sedang dikembangkan yang didatangkan dari negara Thailand dan Amerika.
"Untuk kualitas asparagus F2, kami masih bisa mengembangkannya bersama petani," ujarnya.
Ia menambahkan, untuk distribusi hasil panen asparagus itu dikirim ke sejumlah restauran dan supermarket yang ada di Bali dengan jumlah total 32 tempat. (WDY)