Singaraja (Antara Bali) - Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Buleleng, Bali menyita papan nama Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Majapahit Singaraja di Desa Sukasada karena tidak memiliki izin resmi menyelenggarakan aktivitas pendidikan tinggi.
"Penyitaan papan nama atas petunjuk P18 dan P19 dari Jaksa Penuntut Umum (JPU)," kata Kasatreskrim Polres Buleleng, AKP Ketut Adnyana Tunggal Jaya di Singaraja, Rabu.
Ia menjelaskan, kasus tersebut masih dalam proses melengkapi berkas yang dikirim ke JPU, ditambah dengan penyitaan sebagai salah satu syaratnya. "Nanti bisa segera meningkat ke P21.
Dikatakan, sejak beberapa waktu lalu, Stikes Majapahit tidak diperkenankan lagi menyelenggarakan aktivitas pendidikan, mengingat statusnya sedang dalam proses hukum. "Karena sedang berkasus, tidak boleh lagi ada aktivitas apapun di dalamnya, kalau ada aktivitas ditindak lagi," katanya.
Selain itu, Adnyana menambahkan, Ketua Stikes Majapahit, Gede Sunjaya yang berstatus tersangka juga tidak dapat menunjukkan bukti legalitas perguruan tinggi yang dipimpinnya.
Disebutkan, Sunjaya dan Ni Made Trisna Dharmayanti, Ketua Yayasan Kesejahteraan Warga Kesehatan (YKWK) yang menaungi perguruan tinggi tersebut, keduanya berstatus tersangka masih belum ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) karena berkasnya masih belum lengkap.
"Masih belum kami lakukan upaya penahanan karena tersangka masih kooperatif dan jika sudah lengkap atau P21 dilakukan penahanan," tambah dia.
Sementara itu, Sunjaya pasrah ketika papan nama perguruan tinggi yang dipimpinnya disita polisi dan merelakan untuk menghormati proses hukum.
Ia menjelaskan, aktivitas pembelajaran di kampus setempat sudah dihentikan sejak 17 Juli 2015 sampai batas waktu yang tidak jelas. Bahkan perguruan tinggi itu terancam ditutup selamanya jika pihaknya dinyatakan bersalah dalam proses hukum.
Ia juga mengaku tidak tahu nasib 36 mahasiswanya. Masa depan mereka terancam suram karena setelah kuliah bertahun-tahun, perguruan tinggi tempatnya menuntut ilmu ternyata bermasalah.
Sunjaya dan Trisna sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penerbitan 36 ijazah palsu dan penyelenggaraan pendidikan tanpa izin. Keduanya telah menjalankan pendidikan sejak 2010 lalu.
Mereka dikenakan pasal 71 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan ancaman hukuman penjara maksimal 10 tahun atau denda Rp1 miliar.(APP)