Buleleng (Antara Bali) - Keseriusan Pemerintahan Presiden Tiongkok Xi Jinping mengimplemenatasikan kerja sama satu kawasan satu jalur (One Belt One Road), terbukti dengan menggelontorkan dana sebesar USD 700 million (9, 378 Triliun rupiah) untuk membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) untuk mengatasi masalah kelistrikan yang rumit di Bali.
Melalui retorika kebijakan pintu terbuka dan pembukaan Jalur Sutera Laut Abad XXI, Pemerintah Tiongkok merekomendasikan China Huadian Engineering Co.LTD, perusahaan andalan milik negara naga itu untuk membangun infrastruktur PLTU berbahan baku batubara di Celukan Bawang, Buleleng, sebagai investasi PLTU terbesar di luar Tiongkok.
Perusahaan kelistrikan Huadian bukan hanya berpengalaman mendirikan lima PLTU dan satu PLTA di Indonesia, tetapi juga sudah mendapat kepercayaan mendirikan pembangkit listrik di Rusia, Kamboja, Myanmar, Timur Tengah dan beberapa negara lainnya, bahkan PLTU Celukan Bawang yang terbesar dan termodern di luar Tiongkok.
Pembangunan proyek PLTU Celukan Bawang, Bali Utara, sekaligus memberikan kontribusi besar bagi kerjasama Tiongkok-Indonesia sebagai bagian dari visi strategis yang sangat bermanfaat dalam apa yang disebut Pemerintah Tiongkok sebagai kerja sama `One Belt One Road` yang penuh harapan masa depan.
Bagi Tiongkok, pembangunan PLTU Celukan Bawang bukan hanya membuktikan ketulusannya bekerja sama, tetapi juga mengisyaratkan kepada masyarakat internasional akan keseriusannya membuka pintu bagi masa depan dunia, sekaligus memperlihatkan dominasinya dibidang layanan teknologi konstruksi dan peralatan pembangkit listrik (energi).
Tentunya tahap selanjutnya Tiongkok berusaha mengekspor kemampuan peralatan dan teknologi konstruksi serta industrinya terutama ke negara-negara Asia Tenggara yang berada di ruas jalut sutera laut dan ke negara negara lainnya.
"Proyek PLTU yang dikerjakan sejak 2013 ini akan beroperasi penuh Agustus 2015 dan memiliki kemampuan mengatasi 70 persen kebutuhan listrik Bali, namun kami sebetulnya siap memenuhi 100 persen sebagai komitmen kerja sama kami yang tulus ," ujar Chen Zeng Direktur Engineering PT General Energy Bali di Celukan Bawang, Kamis.
Manajemen PT General Energy Bali (GEB) yang diberi kuasa membangunproyek PLTU ini langsung menandatangani kontrak dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan masa kontrak operasi selama 30 tahun dan setelah itu bisa renegosiasi terkait pembelian saham 51 persen milik Tiongkok untuk diambil alih sepenuhnya pihak Indonesia.
PT General Energy Bali (GEB) pernah menandatangani kesepakatan kontrak proyek dengan PLN 2007 dan juga dengan Shanghai Electrik Power Construction Maret 2008 untuk mendesain boiler, turbine, generators dan lainnya, tetapi proyek ini ditunda karena krisis ekonomi dan berbagai alasan lainnya..
Chen Zeng menjelaskan, pembangunan PLTU Celukan Bawang berjalan lancar yang dikerjakan dalam dua pase yaitu pase ( I) pertama didirikan tiga unit generator yang mampu memproduksi daya 3 x 142 MW, namun untuk phase pertama tersebut baru beroperasi dua unit dan satu lagi masih tahapan uji coba menunggu selesainya saluran udara tegangan tinggi (SUTT) yang diharapkan Agustus nanti ketiga unit generator sudah bisa berproduksi.
Sedangkan pase II (kedua) akan dibangun dua unit lagi yang kini masih tahapan kajian termasuk pembebasan lahan, jika dua unit generator yang dibangun pada pase II ini selesai mampu menghasilkan daya 300 MW. Setelah memasuki COD, PLTU ini menghasilkan kapasitas per tahun lebih dari 2831 GWh, sedangkan batubara yang dihabiskan 1.500.000 ton per tahun.
Terkait kemampuan daya PLB Divisi Regional Bali mencapai 850 MW dengan beban puncak 781 MW, karena itu dengan rampungnya PLTU Celkan Bawang kebutuhan listrik masyarakat terpenuhi termasuk untuk kebutuhan industri terutama kepariwisataan.
Presiden Xi Jinpin sendiri mengutarakan keseriusannya membangun kerja sama dengan negara negara di sepanjang ruas jalur sutera laut saat menghadisi pertemuan informal para pemimpin APEC di Denpasar Bali 13 OKtober 2013. Saat itu Tiongkok dan Indonesia menandatangani dokumen kerja sama ekonomi senilai USD 10 Billion (133,98 triliun rupiah).
Sebetulnya jauh sebelumnya sejak pemulihan hubungan diplomasi Tiongkok-Indonesia 1990 kerjasama ekonomi dan perdagangan kedua negara terus berkembang diseluruh aspek dan juga mencapai lompatan besar dalam investasi sejumlah proyek inprastruktur.
Kerja sama ini bahkan semakin menemukan momentumnya dengan bergabungnya Indonesia dalam Bank Investasi Infrastruktur Asia bentukan Tiongkok yang kini berangotakan 57 negara maju dan negara berkembang di empat Benoa termasuk negara negara garis depan Eropa seperti Inggris, Prancis dan Jerman ikut bergabung.
Seperti pembangunan infrastruktur kelisrikan proyek PLTU di Celukan Bawang menjadi sangat penting karena bukan saja terkait upaya pemenuhan energi listrik masyarakat Bali sendiri, tetatapi juga Bali sebagai destinasi wisata kelas dunia sudah seharusnya memiliki pasokan listrik yang mencukupi untuk mendukung inprastruktur dan kegiatan kepariwisataan.
Sementara kondisi kelistrikan Bali sangat rawan sekali, karena hanya dipasok melalui kabel bawah laut (Interkoneksi Kelistrikan Jawa Bali) yang jauh dari cukup terutama saat menghadapi beban beban puncak pada malam harinya sehingga mengundang kerawanan.
Masalah lainnya adalah biaya biaya produksi pembangkit listrik lebih tinggi dari biaya harga listrik sehingga pemerintah harus memberikan kompensasi kepada PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat, hal ini mendorong pembangunan PLTU berbahan batubara yang lebih murah biayanya.
Pembangunan PLTU Celukan Bawang, Bali, sebagai PLU terbesar di luar Tiongkok yang digarap China Huadian Engineering Co.LTD berdampak signifikan bagi peningkatan hubungan kerjasama Tiongkok-Indonesia, khususnya Bali yang akhirnya dari gelap menjadi benderang.
Bagi Indonesia PLTU Celukan Bawang bermakna terpenuhinya kebutuhan listrik masyarakat Bali dan proyek PLTU ini di masa depan akan memberikan sumbangan bagi terbentuknya sistem kelistrikan regional, karena karena setelah projek ase II beroperasi bisa juga mensuplai ke Jawa atau provinsi tetangganya.
Wang Zhihao, Deputy General Manager Engineering China Huadian Engineering Co.LTD menjelaskan, PLTU Celukan Bawang yang berlokasi 150 kilometer (km) utara Denpasar,Ibu Kota Provinsi Bali ini didirikan dengan mengadopsi arsitek dan nilai nilai kearifan Bali yang terlihat dari bentuk bangunan pabrik. Sedangkan sebagai pulau wisata berkelas dunia, PLTU Celukan Bawang dididrikan dengan konsep ramah lingkungan.
Meski PLTU ini bahan bakarnya batubara, namun tidak ada partikel debu yang melayang ke udara karena sudah diatasi dengan membangun sejumlah gudang batubara yang sangat tertutup sekaligus yang pertama di Indonesia, sehingga debu batubara akan tetap di dalam gudang dilengkapi sistem pengamanan yang bagus seperti alat pemadam kebakaran juga ada, hal ini penting karena juga menjadi persyaratan utama dalam pembangunan PLTU.
PLTU Celukan Bawang dibangun di atas lahan 80 hektar, namun baru 60 hektar lahan yang bisa dibebaskan sehingga nantinya lokasi PLTU ini bukan hanya bersih dan luas, tetapi unsur unsur material bangunannya yang dipasang juga tertata rapi menyatu dalam seni arsitektur yang mengagumkan sehingga sangat menarik dipandang mata, apalagi berhadapan langsung dengan laut lepas (pelabuhan).
Yang menarik bangunan pabrik yang sedemikian tinggi dan lebar tidak dilakukan finishing, pengecatan atau penghalusan, tetapi sudah langsung kelihatan halus, bersih dan rapi karena sentuhan teknologi tinggi, sedangkan lingkungan sekeliling pabrik lebih mirip objek pariwisata yang bersih dan asri.
Total tenaga kerja yang dilibatkan dalam pembangunan PLTU ini mencapai 1.500 orang, namun setelah beroperasi penuh Agustus tahun ini nanti memerlukan tenaga kerja 500 orang untuk mengeoperasikan mesin dan perawatan yang didominasi tenaga tenaga ahli Tiongkok.
"Pada gilirannya dilakukan alih teknologi secara bertahap agar semuanya bisa dikerjakan masyarakat Bali, minimal lima tahun ke depan 70 persen tenaga operator dikerjakan orang Bali sendiri, sedangkan sekarang 20 sampai 30 persen sudah dikerjakan bangsa Indonesia karena teknologinya tinggi, sehingga alih teknologi perlu bertahap," demikian Wang Zhihao. (ADT)