Denpasar (ANTARA) - Ketua Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI Tamsil Linrung memberi waktu enam bulan bagi seluruh pihak, baik pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk menyelesaikan polemik di Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batu bara Celukan Bawang, Buleleng, Bali.
“BAP DPD RI meminta ke pihak-pihak terkait berkomitmen penuh untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dalam tenggang waktu maksimal enam bulan sejak kesepakatan ini ditandatangani dengan penuh rasa tanggung jawab,” kata Tamsil usai rapat dengar pendapat di Denpasar, Kamis.
Dalam rapat tersebut, DPD RI mengumpulkan perwakilan masyarakat terdampak, yakni masyarakat Dusun Pungkukan, Desa Celukan Bawang, merasa ada gangguan pernapasan, kurangnya penyediaan air bersih dan klinik, serta ganti rugi tanah yang tidak sesuai harapan.
Tamsil mendapat informasi dari masyarakat bahwa sebanyak 62 KK belum terelokasi, mereka menuntut PT. PLN memberi ganti rugi karena lokasi lahan mereka berada di kawasan pembangkit, namun tak diindahkan lantaran lahan tersebut di luar batas lahan yang digunakan PLN.
Baca juga: Kapolres: laporkan bila ada temuan di pelabuhan Celukan Bawang
Atas perdebatan itu, BAP DPD RI meminta agar pemerintah turun langsung ke lapangan untuk melihat posisi lahan warga yang merasa paling terdampak.
“Saya minta Kementerian ESDM melihat langsung ke lapangan, kita akan rapat di DPD RI nanti,” ujar senator asal Sulawesi Selatan itu.
Ia mengatakan BAP DPD RI hadir setelah masyarakat Celukan Bawang menyampaikan aduan ini, Tamsil mengaku bingung lantaran pembangunan PLTU Celukan Bawang sendiri sudah sejak 15 tahun lalu.
“Kita mau menyelesaikan pengaduan masyarakat terkait PLTU Celukan Bawang. Lalu ada masalah tanah, lahan yang belum tuntas, masyarakat terdampak belum direlokasi. Investasi atau pembangunan apapun jangan pernah merugikan masyarakat, boleh investasi asing apapun tapi jangan menyengsarakan rakyat,” sambungnya.
Dalam enam bulan, selain mencari solusi terhadap tuntutan relokasi, seluruh peserta rapat juga sepakat agar ketika ada penambahan kapasitas produksi listrik, Kementerian ESDM dapat menyelaraskan dengan konsep Tri Hita Karana.
Baca juga: Celukan Bawang-Buleleng ditetapkan zona ekonomi terpadu
Selanjutnya, agar PT PLN dalam membangun transmisi SUTET memastikan area tersebut aman dihuni melalui kajian AMDAL dan ESG (Environmental Social Governance) yang lengkap, termasuk keputusan menggunakan sumber daya pembangkit listrik menggunakan gas uap atau hybrid dengan PLTS, menggantikan penggunaan batu bara.
Sementara untuk PT General Energy Bali (GEB) PLTU Celukan Bawang diminta untuk melaksanakan 10 komitmennya kepada masyarakat, termasuk bantuan CSR dan mengutamakan penyerapan tenaga kerja lokal.
Sementara itu perwakilan masyarakat Desa Celukan Bawang Hilman Eka Rabbani mengatakan mereka tetap konsisten menuntut relokasi lahan.
“Harus tetap direlokasi karena dilihat dari wilayahnya mereka terhimpit di posisi itu. Baratnya pagar PT PLN, timurnya sungai, makanya saya menekankan pihak-pihak yang berkepentingan atau pemangku kebijakan memang harus turun ke lapangan langsung untuk meninjau,” kata dia.
“Sebenarnya masyarakat itu sudah berjuang mencoba bersuara mengaspirasikan permasalahan sejak tahun 2017. Mungkin takdir Tuhan saat ini direspon oleh pemerintah,” sambung Hilman.