Denpasar (Antara Bali) - Seluruh lapangan usaha di Bali mengalami pertumbuhan ekonomi cukup signifikan yakni 6,20 persen pada triwulan I-2015, kecuali pertambangan dan penggalian mengalami konraksi sebesar 5,07 persen
"Pertumbuhan tertinggi terjadi pada lapangan usaha jasa keuangan yang tumbuh sebesar 10,93 persen, menyusul lapangan usaha listrik dan gas 9,82 persen," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Panusunan Siregar di Denpasar, Rabu.
Ia mengatakan, sektor informasi dan komunikasi tumbuh sebesar 9,79 persen dan jasa lain-lain 8,96 persen. Keempat lapangan usaha tersebut mempunyai distribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Bali masing-masing 4,33 persen, 0,16 persen, 5,26 persen dan 1,51 persen.
Struktur perekonomian Bali menurut lapangan usaha pada triwulan I-2015 didominasi oleh tiga lapangan usaha yakni penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 23,31 persen, pertanian, kehutanan dan perikanan (14,48 persen) serta transportasi dan pergudangan 9,16 persen.
Panasunan Siregar menambahkan, jika dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi Bali triwulan I-2015 (Y-on-y) penyediaan akomodasi memiliki sumber pertumbuhan tertinggi yakni 1,47 persen.
Menyusul perdagangan besar, eceran, mobil dan motor (perdagangan) sebesar 0,66 persen, lapangan usaha informasi, komunikasi (infokom) sebesar 0,64 persen. Tingginya sumber pertumbuhan penyediaan akomodasi dan makan minum tidak terlepas dari meningkatnya kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali yang mencapai 17 persen.
Meskipun pertumbuhan ekonomi Bali mencapai 6,20 persen selama triwulan I-2015, melampaui perkembangan ekonomi nasional dalam periode yang sama tercatat 4,71 persen, namun kondisi itu melambat dibandingkan triwulan yang sama tahun 2014 yang tumbuh sebesar 6,55 persen.
Dengan demikian ekonomi Bali triwulan I-2015 mengalami pertumbuhan negatif (kontraksi) 1,53 persen jika dibandingkan triwulan sebelumnya (q-to-q). Hal itu akibat kontraksi yang cukup dalam dari lapangan usaha pertambangan dan penggalian yang mencapai 13,68 persen.
Selain itu administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib sebesar 13,40 persen serta pertanian, kehutanan dan perikanan mengalami kontraksi 4,04 persen. Kondisi tersebut akibat belum maksimalnya penyerapan anggaran pada awal tahun 2015 terutama belanja modal yang realisasinya sangat rendah. Sedangkan kontraksi pada lapangan usaha pertanian akibat menurunnya produksi sejumlah tanaman bahan makanan, ujar Panasunan Siregar. (WDY)