Denpasar (Antara Bali) - Bendesa Pakraman/Adat Kota Denpasar Anak Agung Putu Suwetja akan memanggil pengurus Organisasi Hindu muda "World Hindu Youth Organization (WHYO)" terkait peristiwa perusakan pintu gerbang Pura Jagatnatha pekan lalu.
"Kami akan segera memanggil pemimpin WHYO Dr Arya Wedhakarna terkait pelaksanaan Festival Kirab Ganesha pada 11 September 2010 lalu, sehubungan telah terjadinya aksi perusakan dan caci maki terhadap pemangku Pura Jagatnatha," kata AA Putu Suwetja kepada pers di Denpasar, Senin.
Mengenai adanya pernyataan dari WHYO yang menyebutkan bahwa pihak "pengempon" atau pengurus Pura Jagatnatha telah mengusir Pendeta (Bhiksu) Buddha yang hendak melakukan persembahyangan di pura tersebut, Suwetja mengatakan tidak ada seperti itu.
Ia mengatakan, tidak ada umat yang dilarang bersembahyang, apabila hal tersebut dapat dilakukan dengan mengikuti aturan yang berlaku di pura tersebut.
"Kami tegaskan, tidak ada yang melarang umat melaksanakan persembahyangan, asalkan harus sesuai dengan aturan yang telah ada dan berdasarkan petunjuk almarhumah Ratu Pedanda Istri Mas Manuaba dari Geriya Denpasar," katanya.
Petunjuk itu, antara lain Pura Jagatnatha hanya diizinkan bagi umat yang beragama Hindu Bali dengan menggunakan sarana "banten uperenggi" secara adat Bali yang dipimpin oleh Pedanda atau Pemangku (rohaniawan Hindu).
Selain itu, kata dia, tidak diperkenankan untuk kegiatan yang berbentuk kirab, maupun festival baik yang berakar agama, kelompok dan lainnya. Begitu juga tidak diperkenankan untuk membawa peralatan atau sarana lain, selain "uperengga upakara" untuk kegiatan persembahyangan dalam menjaga kesucian Pura Jagatnatha tersebut.
Di samping itu, ungkap Suwetja, berdasarkan hasil "paruman" atau papat desa Pakraman Denpasar, ditegaskan agar pemerintah memfasilitasi penggunakan Pura Jagatnatha bagi umat yang beragama Hindu Bali, bukan untuk kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan Agama Hindu Bali.
Ketua Komponen Rakyat Bali (KRB) I Gusti Ngurah Artha mendesak Bendesa Pakraman Denpasar memanggil Pimpinan WHYO untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya yang telah menodai kesucian pura tersebut.
Menurut Ngurah Artha, tindakan yang dilakukan WHYO pada pelaksanaan kirab Ganesha itu telah melanggar etika dan penodaan kesucian Pura Jagatnatha. "Terlebih dengan telah adanya aksi perusakan pintu gerbang pura, bahkan diucapkannya kata-kata umpatan kepada pemangku pura (rohaniwan) setempat," katanya.
"Kalau sampai ada tindakan seperti itu, maka di areal Pura Jagatnatha itu perlu dilakukan upacara 'Pemarisudha' agar pura tersebut kembali bersih secara niskala," ucap Ngurah Artha, yang juga sesepuh perguruan seni bela diri Sandhi Murthi.
Ia menyarankan kepada Bendesa Pakraman Denpasar segera menggelar upacara tersebut, dan pihak WHYO minta maaf kepada Desa Pakraman Denpasar serta "pengempon" Pura Jagatnatha.
"Pihak WHYO harus menyadari kekeliruhan yang telah diperbuatnya. Karena tindakan yang dilakukan pada waktu itu telah membuat ketersinggungan Desa Pakraman Denpasar dan 'pengemong' Pura Jagatnatha," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Wadah Antar-Lembaga Umat Buddha Indonesia (Walubi) Denpasar Herman S Wijaya mengatakan, pihaknya telah menelusuri Bhiksu Buddha yang dikatakan diusir melakukan persembahyangan di Pura Jagatnatha, seperti yang disampaikan pihak WHYO.
Namun, lanjut dia, dari penelusuran hingga ke Bimas Buddha Kementerian Agama Provinsi Bali, tidak diketemukan data bhiksu yang dimaksudkan.
"Kami sudah melakukan penelusuran terhadap bhiksu yang dikatakan diusir saat akan melakukan sembahyang di pura tersebut, namun kami tidak menemukannya," ujar Herman Wijaya.
Pada acara jumpa wartawan tersebut juga hadir Pemangku Pura Jagatnatha, Bendesa Pakraman Denpasar, Sekretaris Litbang Forum Kerukunan Antarumat Beragama (FKUB) Bali Ketut Wirawan SH dan anggota FKUB lainnya.(*)