Kuta, Bali (Antara Bali) - Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa penolakan grasi oleh Presiden Joko Widodo yang diajukan dua narapidana mati berkewarganegaraan Australia Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, tidak bisa digugat.
"Presiden memberikan grasi (berdasarkan pertimbangan) posisinya tidak sama dengan pejabat Tata Usaha Negara. Jadi grasi tidak termasuk putusan pejabat Tata Usaha Negara," kata Yusril, ditemui usai meresmikan kantor hukum Ihza and Ihza di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Senin.
Ia mengaku bahwa dirinya sempat mengajukan gugatan ke pengadilan terkait hal itu, namun ditolak karena grasi bukan keputusan pejabat Tata Usaha Negara, melainkan grasi merupakan hak kepala negara yang diatur oleh Undang-Undang. "Sudah ada yuridis prudensi bahwa grasi tidak bisa di-PTUN-kan," imbuh pengamat hukum tata negara itu.
Sehingga, lanjut Mantan Menteri Hukum dan HAM pada era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri itu, eksekusi mati terhadap dua terpidana mati Myuran Sukumaran dan Andrew Chan sudah otomatis bisa dilaksanakan oleh eksekutor. Apalagi pengajuan Peninjauan Kembali untuk kedua kalinya itu sudah ditolak oleh Pengadilan Negeri Denpasar.
"Kalau, misalnya, Pengadilan Negeri dianggap PK tidak memenuhi syarat dan novum (bukti baru) tidak cukup dan ditolak oleh hakim pengadilan, maka saat itu bisa dieksekusi (mati)," imbuhnya.
Kuasa Hukum kedua narapidana berkewarganegaraan Australia, Todung Mulya Lubis dalam pekan ini berencana untuk mendaftarkan gugatan atas penolakan grasi mereka di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). (WDY)
Yusril Ihza: Penolakan Grasi Tidak Bisa Digugat
Senin, 9 Februari 2015 18:17 WIB