Jakarta (Antara Bali) - Keterlibatan Indonesia dalam "Global Value Chain" (GVC) atau rantai jaringan produksi internasional sangat sedikit dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Timur.
"Untuk perdagangan produk suku cadang otomotif, pertumbuhan Indonesia pada GVC menurun 2,3 persen pada 2014," kata Ekonom Rumah Riset Presisi Indonesia Titik Anas di Jakarta, Kamis.
Untuk meningkatkan keterlibatan Indonesia pada Global Value Chain dibutuhkan pemahaman tentang jaringan produksi internasional, menurutnya masih banyak masyarakat yang tidak paham maksud dari jaringan produksi internasional tersebut.
Selain itu, ia mengatakan diperlukan juga kebijakan yang mendukung peningkatan produksi secara khusus dan peningkatan daya siang secara umum.
"Adanya sistem insentif, seperti insentif fiskal untuk mendorong perusahaan-perusahaan meningkatkan teknologi dan kapasitas pekerja terlatihnya," kata dia.
Lanjutnya, hambatan perdagangan perlu diatasi segera dengan cara meningkatkan konektivitas dan kemudahan berbisnis, karena jaringan produksi bergantung kepada kepastian rezim perdagangan dan konektivitas yang baik.
Menurutnya khusus untuk produk suku cadang otomotif, Indonesia harus mendorong produksi suku cadang kendaraan roda dua dan roda tiga di domestik.
"Kebijakan ini termasuk dengan mendorong disain pembuatan suku cadang yang dapat dipasok ke perusahaan perakitan di negara lain," katanya.
Kemudian kata dia, perlu ada kebijakan penanaman modal asing yang mendorong perusahaan multinasional atau perusahaan 'joint venture' untuk mengarahkan lebih banyak produk mereka ke pasar ekspor.
Ia mengatakan selama ini yang menjadi hambatan Indonesia dalam tren jaringan produksi internasional tersebut adalah biaya tenaga kerja yang mahal namun tidak didukung dengan produktivitas yang stagnan.
Kemudian nilai tukar rupiah yang secara rill menguat namun secara nominal melemah mengakibatkan harga barang menjadi mahal, logistik dan infrastruktur yang tidak mencukupi sehingga biaya tinggi serta pertumbuhan investasi dalam teknologi dan sumber daya manusia yang masih rendah.
Rantai jaringan produksi internasional ini sangat penting untuk mendorong perekenomian Indonesia, karena jika Indonesia hanya mengandalkan ekspor komoditas yang kini harganya sedang anjlok, perekonomian Indonesia hanya bisa tumbuh sekitar lima persen. (WDY)
