Denpasar (Antara Bali) - Pakar hukum tata negara Universitas Udayana Denpasar Prof Yohanes Usfunan menilai Pemerintah Provinsi Bali dan kepolisian harus ikut mengawasi kebijakan PT Pertamina di wilayah setempat yang tidak menurunkan bahan bakar jenis premium itu.
"Apabila Pemprov dan aparat penegak hukum tidak ikut terlibat dalam pengawasan ini, maka timbul opini masyarakat bahwa adanya diskriminasi dan pelanggaran dalam menentukan kebijakan itu," ujar Usfunan di Denpasar, Senin.
Dia mendorong Pemprov dan kepolisian ikut mengawasi PT Pertamina (Persero) Bali-Nusa Tenggara Barat dalam merevisi besaran Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) sebesar 10 persen itu.
Kemudian, masyarakat hendaknya memprotes kebijakan PT Pertamina Bali-Nusa Tenggara yang tidak menjalankan instruksi presiden dalam pemberlakuan harga bahan bakar seperti daerah lainnya.
"Pemberlakuan harga BBM jenis premium menjadi Rp6.600 per liter mulai hari ini tersebut merupakan instruksi presiden yang harus dijalankan untuk seluruh indonesia," ujar Usfunan yang juga Guru Besar di kampus Unud tersebut.
Ia menegaskan bahwa tidak boleh membeda besaran harga dan pemberlakukan harga bahan bakar premium jenis premium itu.
"Padahal Presiden sudah menginstruksikan ke pertamina untuk menurunkan harga BBM itu. Namun, kenapa di Bali saja yang berbeda harganya?," kata dia.
Selain itu, pihaknya meminta kepada pemerintah provinsi Bali dan aparat penegak hukum untuk memeriksa PT Pertamina terkait belum menurunkan harga bahan bakar premium itu.
Oleh sebab itu, pihaknya mengharapkan Pemprov Bali dan kepolisian ikut mengawasi PT Pertamina dalam menentukan kebijakan tersebut dan memantau menyalurkan bahan bakar keSPBU yang ada di daerah-daerah lainnya.
"Pemprov Bali harus secepatnya melakukan pengawasan kepada PT Pertamina dalam menentukan kebijakan bahan bakar tersebut," ujarnya. (WDY)