Denpasar (Antara Bali) - Mantan anggota DPRD Bali Made Arjaya menilai munculnya Undang-Undang Pilkada yang mengembalikan pilkada melalui DPRD sebagai bentuk komersialisasi politik.
"Pertimbangannya untung-rugi anggaran untuk pilkada. Bagaimana mungkin hak politik rakyat untuk berpartisipasi langsung dalam politik (pilkada) ditiadakan karena pertimbangan anggaran. Fakta ini menunjukkan terjadinya komersialisasi politik," kata Made Arjaya pada acara diskusi yang digelar PMKRI Cabang Denpasar, Senin.
Ia mengatakan dari aspek konstitusional, bahwa pilkada langsung maupun pilkada melalui DPRD tidak melanggar konstitusi.
Namun, ia menilai pilkada tak langsung ini sebagai langkah mundur praktik demokrasi, sebab ruang partisipasi masyarakat secara langsung dalam pilkada ditiadakan.
"Mirisnya, itu karena alasan pilkada langsung dinilai tinggi. Padahal itu anggaran pilkada tersebut adalah uang rakyat (yang dibayar melalui pajak)," ucap politikus PDIP.
Arjaya juga menyoroti kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sampai lolosnya UU Pilkada tersebut.
"Kapasitas SBY yang juga Ketua Umum Partai Demokrat seharusnya bisa mengendalikan anggota fraksi Demokrat untuk tidak `walk out` pada pelaksanaan voting penetapan RUU Pilkada itu," katanya.
Pada acara diskusi itu, Arjaya meyakinkan kader PMKRI bahwa politik itu suci. Munculnya cara pandang negatif masyarakat yang menilai politik itu kotor dan menjijikan, menurut Arjaya, itu disebabkan perilaku elit politik.
Spirit berpolitik, kata Arjaya, harus bermuara pada kesejahteraan masyarakat. Karena itu, berpolitik seharusnya mengedepankan politik gagasan dan kerja nyata untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
"Tapi rakyat disuguhi politik pragmatis. Politisi tidak lagi bekerja sesuai ideologi partainya. Ini yang menyebabkan politik dinilai kotor oleh masyarakat," katanya.
Untuk merawat kesucian politik, Arjaya melontarkan sebuah gagasan ekstrem yang mendorong penghapusan fraksi di DPRD dan DPR.
Menurut dia, keberadaan fraksi ini menyebabkan anggota dewan masih terkotak-kotak dalam kepentingan politik fraksinya.
Selain itu yang terpenting, kata Arjaya, dengan meniadakan fraksi itu memutuskan kendali partai terhadap anggota Dewan.
"Selama ini sikap anggota Dewan sangat ditentukan oleh partainya. Cukup ada komisi saja di DPR maupun DPRD," katanya.
Arjaya mengajak kader PMKRI untuk selalu menempa diri dalam berbagai proses dan dinamika organisasi.
"Benih-benih idealisme yang ditanamkan PMKRI hendaknya tetap dirawat dan ditumbuhkan ketika adik-adik (kader PMKRI) selesai berproses di PMKRI. Tetap jaga idealisme perjuangan, apakah nanti sebagai politikus, pengusaha, dan pilihan karya lainnya," kata Arjaya. (WDY)