Denpasar (Antara Bali) - Keluarga terdakwa kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar mengaku pernah diancam Pembantu Rektor II Dr Praptini.
"Saya dan istri (Indra Maritim, terdakwa lainnya) pernah diancam oleh anak buah Praptini agar tidak mengungkapkan keterlibatan Praptini dalam kasus korupsi itu," kata Beny Purwanta saat memberikan keterangan sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Selasa.
Sejak dua bulan sebelum kasus itu terungkap, dia bersama keluarganya tidak pernah tidur di rumah untuk menghindari tekanan dan ancaman dari Praptini.
Praptini bahkan pernah memintanya untuk tetap berbohong dan dijanjikan pengacara mahal untuk menanganinya.
Namun, Beny dan Indra Maritim, akhirnya mengungkapkan kasus itu sehingga menyeret sejumlah terdakwa lainnya yang ikut menikmati uang negara tersebut.
Dia mengaku sangat menyesali perbuatannya karena telah merugikan keluargaya, terutama anaknya yang masih berumur tiga tahun harus kehilangan kasih sayang dari ibunya.
Kini Beny dan anaknya harus menumpang di rumah mertuanya karena kondisi ekonomi yang terus merosot.
Kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di IHDN itu berawal dari penyidikan Kejaksaan Tinggi Bali terkait dengan dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pada tahun 2011 dan dikuatkan data Kementerian Agama RI yang merilis 10 temuan di IHDN Denpasar berdasarkan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor 10/S/VII-XVIII/03/2013 tanggal 13 Maret 2013.
Dalam kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di kampus IHDN Denpasar telah ditetapkan lima orang terdakwa, yaitu Prof I Made Titib (mantan rektor), Ir. Wayan Sudiyasa, Ni Putu Indera Martini, Drs I Nyoman Suweca, dan Dr Praptini yang didakwa dengan dua pasal tuntutan primer dan subsider.
Pasal yang disangkakan adalah Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Kasus tersebut telah mengakibatkan memburuknya citra lembaga IHDN dan merugikan negara sebesar Rp4,8 miliar.(WRA)