Denpasar (Antara Bali) - Majelis Hakim Tipikor Denpasar, menghukum terdakwa Dr Praptini selama dua tahun penjara, karena terbukti melakukan pemungutan liar dalam bentuk dana punia (sumbangan sukarela) di Kampus Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Bali.
"Terdakwa Praptini terbukti bersalah melangar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP," kata Ketua Majelis Hakim Dewa Suarditha, di Pengadilan Tipikor.
Selain menghukum dua tahun penjara, hakim juga menjerat terdakwa selaku Kabiro Umum IHDN dengan denda Rp50 juta, subsider dua bulan kurungan. Kemudian, terdakwa tidak dibebankan mengganti kerugian negara.
Vonis majelis Hakim itu, lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Gede Arthana dan Hari Soetopo dalam sidang sebelumnya yang menuntut 4,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan.
Dalam pertimbangan hakim, terdakwa terbukti menyalahgunaan wewenang sebagai Kabiro Umum IHDN Denpasar, karena tidak menyetorkan uang dana punia ke kas negara sebagai PNBP.
Terdakwa tidak mengindahkan dan menjalankan keuangan dengan baik, sehingga menjadi temuan BPKP. Hakim menilai IHDN bukan lembaga yang berwenang mengelola dana dunia, sebagaimana tertuang dalam menawa dharma sastra.
Atas putusan tersebut, terdakwa meyatakan akan melakukan banding atas putusan majelis hakim.
Terdakwa yang duduk dikursi pesakitan juga mengaku dizolimi pihak IHDN. "Mohon maaf yang mulia hakim, saya berusaha hidup sehat. Saya akan mencari upaya hukum, karena di sini saya belum mendapat keadilan," kata Praptini.
Ia menambahkan, saat ditugaskan di IHDN Denpasar, Praptini diminta melakukan perubahan ke hal yang lebih baik. "Saya ditugaskan di IHDN untuk membenahi, bukan merusak," katanya.
Sebelumnya, dalam kasus dugaan korupsi dana punia itu, Negara dirugikan Rp752,85 juta itu, dimana kedua terdakwa merupakan mantan pejabat IHDN Denpasar.
Kasus ini berawal dari kebijakan Prof Titib sebagai rektor dan Praptini sebagai Kabiro yang mengurangi biaya sumbangan dana penunjang pendidikan (SDPP) bagi calon mahasiswa baru dan mengalihkan selisih pengurangan biaya SDPP tersebut menjadi biaya dana punia.
Biaya SDPP sebelumnya telah diatur dalan keputusan rektor Nomor IHN/542a/kep/2011 tanggal 28 April 2011. Rektor Prof Titib kemudian mengeluarkan keputusan rektor baru dengan nomor, tanggal dan tahun yang sama.
Namun, dalam keputusan tersebut menyebutkan tentang pengurangan nilai biaya SDPP. Kemudian, Praptini menindaklanjuti dengan menyampaikan kepada panitia penerimaan mahasiswa baru agar dalam pelaksanaannya mencantumkan dana punia sebagai bagian dari biaya penerimaan mahasiswa baru.
Dana punia itu untuk membiayai kegiatan-kegiatan ibadah dan sosial yang anggarannya tidak tersedia atau tidak tercukupi.
Untuk meyakinkan aksinnya, Praptini mengatakan telah dikonsultasikan dan mendapat izin dari Kementerian Agama. Dari dana punia inilah didapat dana Rp752,85 juta yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. (WDY)
Hakim Hukum Dua Tahun Terdakwa Korupsi Punia
Rabu, 3 Agustus 2016 22:10 WIB