Bagaikan kehidupan laron sekali menyentuh cahaya habislah sudah. Hal itu mirip dengan kehidupan yang dilakoni Prof Dr I Made Titib (61), mantan Rektor Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar yang tersandung kasus hukum.
Sosok pria berpenampilan sederhana itu kini meringkuk di balik jeruji besi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya yang melanggar hukum. Kehidupan seseorang di alam fana memang harus begitu tidak bisa diatur dan diramalkan.
Gelar dan jabatan dalam kehidupan nyata di dunia ini memang harus ikhlas dilepaskan akibat sifat-sifat keserakahan, berbeda dengan hasil perbuatan yang mulia (dharma) yang selalu kekal hingga ke dunia maya.
Guru besar bidang Wedha yang pertama di Indonesia itu divonis selama 2,5 tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan barang dan jasa lembaga pendidikan tinggi tersebut di Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis (2/10).
Suasana haru mewarnai persidangan itu, karena sejumlah keluarganya ikut menyaksikan persidangan dari awal hingga akhir. Seusai persidangan anaknya langsung mencium tangan ayahnya (Titib red) dan sejumlah keluarga lainnya langsung menyapa dan mengantarnya ke ruang tahanan Tipikor.
Vonis oleh majelis hakim yang diketuai Made Suede sesuai tuntutan jaksa penuntut umum. Dalam kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di kampus IHDN Denpasar menjerat lima orang tersangka.
Selain Made Titib juga melibatkan Ir Wayan Sudiyasa, Ni Putu Indera Martini, Drs. I Nyoman Suweca, dan khusus Dr Praptini didakwa dengan dua pasal tuntutan primer dan subsider.
Kasus yang mengakibatkan memburuknya citra lembaga IHDN itu menimbulkan kerugian negara sebesar Rp4,8 miliar.
Made Titib selain divonis selama 2,5 tahun juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp50 juta dan subsider satu bulan dan tidak dituntut mengembalikan kerugian uang negara karena merupakan korban dari bawahnnya yakni mantan Kepala Biro Administrasi Umum, Dr Praptini.
Ada sejumlah hal yang meringankan hukum antara lain belum pernah dihukum, selama persidangan berlaku sopan, merasa bersalah dan menyesali perbuatannya, serta merupakan tulang punggung keluarga.
Namun majelis hakim telah mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan, antara lain tidak mendukung program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas korupsi, merusak citra lembaga pendidikan, dan sebagai tokoh agama dan ahli Wedha tidak bisa memberikan contoh yang baik kepada masyarakat.
Sosok yang sering tampil sebagai pembicara dalam berbagai kegiatan di tingkat lokal, nasional dan internasional itu diberikan kesempatan untuk menerima keputusan tersebut, pikir-pikir, atau melakukan banding.
Namun, mantan Rektor IHDN Denpasar itu menyatakan untuk pikir-pikir selama satu minggu dalam mengambil keputusan persidangan.
Berawal dari Kejati
Terkuaknya kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di IHDN Denpasar itu berawal dari penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali terkait dengan dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di IHDN pada 2011.
Hal itu dikuatkan dengan temuan Kementerian Agama RI yang merilis sepuluh temuan di IHDN Denpasar berdasarkan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor 10/S/VII-XVIII/03/2013 tanggal 13 Maret 2013.
Salah satu dari lima terdakwa yang divonis majelis hakim dalam hari yang bersamaan adalah Putu Indra Maritim, rekanan proyek selama tiga tahun penjara atau sesuai dengan tututan persidangan sebelumya.
Pemilik CV Sunari itu dituntut membayar denda sebesar Rp50 juta, subsider 2 (dua) bulan kurungan penjara serta dituntut mengembalikan kerugian uang negara sebesar Rp379 juta.
Jika tidak bisa mengembalikan kerugian uang negara, maka harta bendanya disita atau kurungan penjara selama 1 (satu) tahun, tutur Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Erly Sulistyorini.
Sejumlah hal yang dianggap memberatkan terdakwa, yakni merugikan keuangan negara dan merusak citra lembaga pendidikan Agama Hindu tersebut.
Namun ada hal yang meringankan yakni sopan dalam persidangan, mengakui terus terang dan menyesali perbuatannya, dan belum pernah dihukum.
Wanita separuh baya itu dalam proses persidangan itu disaksikan langsung oleh suaminya dan sejumlah keluarga dekatnya.
Terdakwa terlihat sangat tegar menghadapi vonis kasus hukumnya dan sempat melemparkan senyuman ke sejumlah wartawan yang meliput proses persidangannya sejak bergulir Oktober 2013.
Sedangkan rekanan lainnya Wayan Sudiyasa, Pemilik CV Siwanata Sati Konsultan divonis dua tahun penjara atau lebih rendah dari permohonan jaksa penuntut umum tiga tahun penjara.
Selain itu diwajibkan membayar denda sebesar Rp50 juta, subsider empat bulan kurungan serta mengembalikan kerugian uang negara sebesar Rp99 juta.
Terdakwa lainnya Dr Praptini, mantan Kepala Biro Administrasi Umum IHDN Denpasar sebagai otak kasus tersebut divonis enam tahun penjara atau paling berat di antara terdakwa lainnya.
Seorang terdakwa lagi adalah I Nyoman Suweca, bawahan dari Dr Praptini divonis dua tahun kurungan penjara dengan hal-hal yang meringankan sopan dalam persidangan, mengakui terus terang dan menyesali perbuatannya, belum pernah dihukum, dan tidak menikmati kerugian uang negara tersebut. (WDY)