Dharma Kusuma merupakan sebuah penghargaan bergengsi bagi seniman-seniman Bali yang telah menunjukkan prestasi, dedikasi dan pengabdiannya secara terus menerus tanpa berputus asa.
Satya lencana tersebut menyerupai ornamen Siwa Nataraja yang melambangkan manivestasi Dewa Siwa sebagai penari tertinggi yang menciptakan dunia lewat tari dibuat dari emas seberat 20 gram dengan kadar 23 karat.
Siwa Nataraja itu pula yang menjadi lambang Pesta Kesenian Bali (PKB), aktivitas seni tahunan yang digelar secara berkesinambungan di Pulau Dewata sejak 36 tahun silam yang mampu mencerminkan kebesaran seni budaya Pulau Dewata.
Satya lencana disertai penghargaan dan sejumlah uang tunai itulah yang diberikan kepada sembilan seniman dari delapan kabupaten dan satu kota di Bali yang dinilai berjasa dalam menggali, pengembangkan dan melestarikan seni budaya Bali dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika menyerahkan penghargaan bergengsi itu bertepatan pada puncak peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-56 Pemerintah Provinsi Bali pada hari Jumat, 14 Agustus lalu.
Kesembilan seniman yang menerima penghargaan tersebut terdiri atas Pande Made Sukerta (seniman karawitan) dari Kabupaten Buleleng, Ni Wayan Murdi (seniman tari) dari Kota Denpasar, I Ketut Muja (seniman patung) dari Kabupaten Gianyar, almarhum I Dewa Made Daging (seniman sastra daerah) dari Kabupaten Bangli, dan almarhum I Wayan Maru (seniman karawitan) dari Kabupaten Klungkung.
Selain itu juga Ida Bagus Nyoman Mas (seniman karawitan) dari Kabupaten Badung, I Wayan Kalam (seniman tari) dari Kabupaten Tabanan, I Gede Wibawa (seniman patung) dari Kabupaten Jembrana, dan I Made Degung (seniman sastra daerah) dari Kabupaten Karangasem.
Para penerima penghargaan tersebut sebelumnya telah dinyatakan lolos seleksi oleh satu tim yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi Bali, tutur Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Ketut Suastika.
Tim itu beranggotakan unsur instansi terkait antara lain Listibia, Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Dinas Pendidikan, Biro Kesra dan Dinas Kebudayaan untuk menyeleksi seniman usulan dari kabupaten kota yang dinilai berjasa terhadap pengembangan seni budaya Bali.
Tim melakukan seleksi secara ketat terhadap usulan dari delapan kabupaten dan satu kota di Bali, sehingga mereka yang menerima penghargaan tertinggi dalam bidang seni itu betul-betul mempunyai prestasi tinggi, dedikasi dan pengabdian untuk pelestarian seni budaya Bali.
Penganugerahan Seni Dharma Kusuma itu sesuai dengan Peraturan Daerah Bali Nomor 11 tahun 1992 tentang Penghargaan Seni. Penganugerahan diberikan secara berkesinambungan setiap tahun saat perayaan HUT Pemprov Bali sejak tahun 1974 kepada mereka yang berhak menerimanya, sebagai wujud pengakuan atas jasa, prestasi dan karya seni yang dihasilkan.
Penghargaan tersebut sekaligus sebagai salah satu bentuk pembinaan, pengembangan dan pelestarian nilai-nilai budaya Bali, sehingga tetap kokoh dan eksis di tengah perkembangan pariwisata yang sangat pesat dan era globalisasi.
Hal lain yang tidak kalah penting diharapkan mampu menumbuhkan daya kreativitas masyarakat, khususnya budayawan dan seniman untuk lebih memacu prestasi dalam bidang seni, yang pada gilirannya berdampak positif terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Penghargaan pengabdi seni kepada para seniman yang dinilai berjasa bagi pengembangan seni budaya Bali juga dilakukan bertepatan dengan pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) yang digelar setiap tahun.
Selama kurun waktu 41 tahun (1974-2014) tercatat 445 orang dan organisasi kesenian pernah menerima Dharma Kusuma termasuk diantaranya budayawan dan mantan Gubernur Bali, Prof Dr Ida Bagus Mantra (alm).
Andil seniman
Dikenalnya Bali selama ini ke penjuru dunia membawa dampak positif pada kepesatan perkembangan pariwisata yang menjadi tumpuan harapan sebagian besar masyarakat Pulau Dewata tidak lepas dari peran dan andil para seniman.
Hampir setiap banjar atau desa adat di delapan kabupaten dan satu kota di Bali memiliki perangkat gamelan dan sekaa kesenian, meskipun fungsinya lebih mementingkan untuk mengiringi kegiatan ritual dan adat.
Namun di setiap dusun ada puluhan hingga ratusan seniman tabuh dan penari aneka jenis kesenian tradisional, yang secara otomatis akan beralih dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Oleh sebab itu perlu ada kepedulian dan ketulusan dari seniman untuk mendidik kader penerus, sehingga seni budaya Bali tetap utuh dan lestari beralih dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Pemerintah Provinsi Bali dalam usianya yang ke-56, pada 14 Agustus 2014 semakin kokoh dan memantapkan dengan landasaan seni budaya yang bernafaskan agama Hindu yang dianut sebagian besar masyarakat Pulau Dewata.
Kekayaan seni tabuh dan tari Bali merupakan kristalisasi dari berbagai unsur budaya sejak sebelum agama Hindu masuk Bali. Pengaruh seni budaya Jawa muncul setelah jatuhnya kerajaan Majapahit pada awal abad ke-16. Banyak orang kerajaan Majapahit meninggalkan Jawa dan mengembangkan kesenian di Bali.
Tercatat kemudian pada zaman kejayaan Raja Bali antara abad ke-16 hingga abad ke-19 merupakan masa keemasan kesenian Bali. Drama tari gambuh yang diibaratkan sebagai sumber air bagi seni pertunjukan (tari dan musik) Bali yang berkembang hingga sekarang.
Demikian pula dalam seni musik, gamelan Bali berakar dari zaman Pra-indu yang diperkaya oleh pengaruh seni budaya Hindu Majapahit. Disusul masuknya kolonialisme, ternyata tidak menggoyahkan eksistensi tari dan musik Bali, tutur I Kadek Suartaya, dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.
Kaum penjajah dalam beberapa segi memberikan kontribusi yang positif bagi seni pertunjukkan Bali. Gamelan gong kebyar yang muncul pada awal abad ke-20 dianggap pengaruh budaya barat (Belanda).
Pada tahun 1930-an, Walter Spies, seorang seniman lukis warga negara Jerman yang tinggal di Bali menaruh perhatian besar terhadap seni dan gamelan Bali. demikian pula tari kecak yang telah mendunia tercipta berkat sentuhan dan arahan Walter Speis.
Pemerintah Belanda pertama kali mengirim misi kesenian Bali yang diwakili sekaa kesenian dari Peliatan Ubud, Gianyar ke Paris tahun 1931, mampu menarik perhatian masyarakat Eropa.
Demikian pula I Ketut Maria (alm) pencipta dan penari Oleg Tamulilingan adalah penari dan koreografer Bali yang punya andil mengharumkan Bali di dunia internasional. Sukses tim kesenian Bali mengadakan lawatan ke mancanegara pra kemerdekaan segera disusul dengan keberangkatan tim kesenian lainnya.
Frekuensi keberangkatan tim kesenian Bali ke sejumlah negara semakin intensif setelah Indonesia merdeka. Bahkan sekarang setiap bulan sedikitnya ada tiga-empat sekaa mengadakan lawatan ke luar negeri.
Keanekaragaman seni budaya serta kehidupan ritual yang kokoh dalam kehidupan masyarakat Pulau Dewata memberikan inspirasi bagi seniman, termasuk dari mancanegara.
Seniman asing sejak lama mengenal dan menetap di Bali seperti Andrien Jean Le Mayeur, seniman asal Belgia yang akhirnya mempersunting seorang wanita Bali.
Demikian pula Walter Spies, Antonio Belanco, Arie Smith dan banyak lagi seniman asing yang menetap di Bali, khususnya diperkampungan seniman Ubud untuk menghasilkan karya-karya seni yang bermutu.
Selain itu Miguel Covarrubias, seorang penulis, pelukis dan antropolog kelahiran Meksiko pada tahun 1930 atau 84 tahun yang silam sempat menetap di Bali dan menulis buku berjudul "Island of Bali". (WDY)
Dharma Kusuma Cara Hargai Seniman Pulau Dewata
Rabu, 20 Agustus 2014 7:44 WIB