Jakarta (Antara Bali) - Presiden Komisaris Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI)
Fenny Widjaja mengapresiasi rencana pemerintah mengubah dan memperketat
tata niaga timah.
"Langkah itu menunjukkan kita sudah sadar dan cerdas," kata Fenny
seperti dikutip dalam siaran pers yang diterima Antara di Jakarta,
Minggu.
Dengan pengetatan tata niaga, kata dia, dipastikan ekspor ilegal
bisa ditekan, sehingga pengusaha dan negara akan mengalami peningkatan
keuntungan dari perdagangan timah.
Perubahan tata niaga timah akan menekan volume ekspor timah dari
Indonesia yang tidak melalui bursa, dalam bentuk timah solder tidak
sesungguhnya dan timah bentuk lain yang disinyalir diekspor untuk
memasok pabrik pemurnian timah di negara di luar Indonesia.
"Praktik-praktik inilah yang membuat timah Indonesia belum bisa mempunyai harga sendiri di dunia," kata Fenny.
Fenny menuding ada sejumlah pihak yang menginginkan perdagangan
timah kembali seperti dulu dan menuntut pembubaran bursa. Padahal
dengan kehadiran bursa, harga lebih stabil dan penerimaan negara dari
royalti meningkat.
Rencana perubahan tata niaga timah disampaikan Direktur Ekspor
Produk Industri dan Pertambangan Ditjen Perdagangan Luar Negeri Thamrin
Latuconsina bersama Kepala Biro Analisis Pasar Bappebti Mardjoko dalam
acara dengar pendapat publik terkait rencana revisi Permendag Nomor
78/M-DAG/PER/12/2012 jo Permendag Nomor 32/M-DAG/PER/6/2013 tentang
Ketentuan Ekspor Timah di Auditorium Kantor Kementerian Perdagangan,
Rabu (12/6).
Pemerintah berencana memisahkan kewenangan tata niaga timah menjadi
dua bagian, yakni hulu dan hilir. Hal itu dilakukan agar pengawasan tata
niaga timah tidak rancu. Sektor hulu (timah batangan) diawasi
Kementerian Perdagangan, sedangkan sektor hilir (solder, bentuk lain,
dan komoditi timah non-ingot) diawasi Kementerian Perindustrian.
Pemisahan domain pengawasan diharapkan dapat memperketat prosedur
ekspor timah yang kerap dibobol dengan memanfaatkan celah hukum dalam
Permendag 32 Tahun 2013.
Dalam draf revisi tersebut, pemerintah mengelompokkan timah menjadi
emat kelompok yaitu timah murni batangan, timah murni bukan batangan,
timah solder, dan timah paduan bukan solder. Tiga kelompok terakhir
merupakan hasil dari perindustrian timah yang memakai bahan baku timah
batangan, sehingga dikenakan PPN 10 persen atas bahan baku.
Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas menyatakan
praktik ekspor timah ilegal yang tidak melalui bursa (BKDI) serta
melanggar Peraturan Menteri perdagangan jelas merugikan keuangan negara.
Dari penelusuran ICW selama periode 2004 - 2013 ditemukan sebanyak
301.800 MT ekspor timah dengan nilai 4,358 miliar dolar AS atau setara
dengan Rp50,121 triliun tidak tercatat alias ilegal.
Kondisi ini diduga mengakibatkan kerugian negara sebesar 362,7 juta
dolar AS atau setara Rp4,171 triliun dengan kurs Rp11.500 per dolar AS,
terdiri dari tidak dibayarnya iuran royalti timah tiga persen senilai
130,7 juta dolar AS atau setara Rp1,503 triliun dan dugaan kerugian
negara dari kehilangan penerimaan pajak penghasilan PPh Badan sebesar
231,9 juta dolar AS atau setara Rp2,667 triliun. (WDY)
BKDI Apresiasi Rencana Perubahan Tata Niaga Timah
Senin, 16 Juni 2014 5:52 WIB