Denpasar (Antara Bali) - Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bali Gde Sumarjaya Linggih berpandangan jaringan yang dibentuk para perajin industri kreatif dari Pulau Dewata kondisinya saat ini relatif masih terbatas.
"Jaringan kita kalah karena umumnya para perajin tidak dibiasakan berbahasa Inggris, padahal pasar global sangat menginginkan kemudahan dalam berkomunikasi," katanya, di Denpasar, Senin.
Menurut dia, karena kekurangan para perajin dalam penguasaan berbahasa Inggris itu juga yang menyebabkan pemasaran hasil industri kreatif belum optimal. "Di samping manajemen kita juga kalah. Manajemen kalah karena umumnya pendidikan para perajin juga rendah," ujarnya.
Ia menambahkan, khusus untuk penguasaan bahasa Inggris, tidak jarang orang Bali merasa risih untuk berkomunikasi dengan sesama teman menggunakan bahasa Inggris.Padahal dengan rutin digunakan akan menyebabkan mereka menjadi fasih.
Oleh karena itu ia mengusulkan supaya ada satu hari wajib dalam satu minggu itu khusus hari berbahasa Inggris. Dengan demikian masyarakat maupun para perajin yang setengah-setengah menguasai bahasa Inggris tidak menjadi malu-malu untuk menggunakannya pada hari tersebut.
"Sementara di luar hari khusus itu mereka bisa tetap menggunakan bahasa daerah maupun bahasa Indonesia. Akhirnya bahasa daerah dan bahasa Inggris sama-sama bisa terjaga," katanya.
Di sisi lain, ia melihat kemampuan "menyerang" para perajin industri kreatif untuk bisa eksis di pasaran masih kurang, terlebih untuk pasar luar negeri. "Sayangnya yang sering bertandang ke luar negeri justru para birokrat dan bukan perajin," ucapnya.
Pihaknya juga mengimbau para perajin industri kreatif di Pulau Dewata dapat mengubah pola pikir dengan tidak lagi menyukai kalau produknya ditiru.
"Pola pikir orang Bali selama ini ketika ditiru malah senang, bukan menuntut. Harusnya ketika mempunyai ide cemerlang, mulailah mendaftarkan Hak atas Kekayaaan Intelelektual (HaKI) sehingga bisa mendapatkan pengakuan yang bernilai ekonomi," katanya.
Ia sangat mengkhawatirkan jika pola pikir masyarakat Bali semacam itu terus dipertahankan, maka industri kreatif di Pulau Dewata akan terancam di tengah era globalisasi. "Oleh karena itu, pola pikir masyarakat harus diubah dan menganggap penting arti hak paten maupun HaKI," ucapnya. (WDY)