Negara (Antara Bali) - Usaha tepung ikan di Kabupaten Jembrana kesulitan bahan baku, sehingga tidak bisa berproduksi secara maksimal, yang membuat peluang pemasaran terbuang.
"Kapasitas maksimal produksi kami adalah 400 ton setiap hari, tapi saat ini hanya bisa 15 sampai 30 ton, karena kesulitan bahan baku utama yaitu ikan," kata Hendra, pengelola PT Hosana Buana Tunggal, salah satu pabrik pengolahan tepung ikan di Desa Pengambengan, saat menerima rombongan press tour yang dikoordinir Kementerian Kelautan Dan Perikanan, Kamis.
Menurutnya, penurunan produksi yang drastis itu, terjadi sejak tahun 2011, sebagai imbas hasil tangkap ikan di wilayah setempat yang juga menurun.
Ia mengungkapkan, agar terus bisa berproduksi, pihaknya mencari ikan hingga ke Jawa Timur dan Jawa Tengah.
"Pola ini juga sering membuat kami pusing, yaitu saat kami sudah pesan ikan dalam jumlah besar dari luar pulau, ternyata hasil tangkapan disini melimpah. Karena kami sudah menjalin kerjasama cukup lama dengan nelayan setempat, hasil tangkap mereka juga harus kami beli," ujarnya.
Tidak menentunya hasil tangkapan ikan, menurutnya, juga membuat harga bahan baku tersebut melonjak, bahkan jika hanya mengandalkan produksi tepung ikan, pabriknya sudah lama tutup.
"Biaya bahan baku termasuk produksi, bisa mencapai Rp16.000 untuk setiap kilogran tepung ikan, sementara harga di pasaran hanya sekitar Rp14.000. Agar bisa bertahan, kami mengandalkan produksi minyak ikan yang harganya lumayan tinggi," katanya.
Ke depan, ia mengungkapkan, akan berusaha mengolah lebih lanjut minyak ikan menjadi beberapa jenis, yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Produksi yang akan dikembangkan tersebut antara lain, fish oil in soft gel yang bekerjasama dengan salah satu universitas, serta pupuk cair bersama Direktorat PPN, Ditjen P2HP.(GBI)