Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Provinsi Bali mendesak agar revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dapat mengakomodasi kekhususan Pulau Dewata untuk mendapatkan dana perimbangan yang berkeadilan.
"Yang kami perlukan itu dana perimbangan berkeadilan, kami tidak perlu merdeka, karena selama ini yang diberikan Bali sangat tinggi ke pemerintah pusat, namun yang dikembalikan ke Bali itu sangat kecil," kata Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta saat menerima kunjungan kerja dari Panitia Khusus RUU Keuangan Negara DPR RI di Denpasar, Selasa.
Ia mengemukakan, devisa yang dihasilkan Bali per tahun selama ini sekitar Rp41 triliun, sayangnya hanya dikembalikan ke Bali sekitar Rp900 miliar.
"Kami sangat berharap agar Bali dikhususkan atau dana perimbangan dikecualikan supaya lebih berkeadilan, minimal daerah kami bisa mendapatkan sampai Rp10 triliun per tahun," ujar Sudikerta.
Menurut dia, jangan perhitungan dana perimbangan yang diterima Bali disamakan dengan provinsi lain yang menghasilkan sumber daya alam. "Bali itu tidak mempunyai sumber daya alam, namun menghasilkan jasa sehingga sudah seharusnya Bali dikhususkan. Dengan dana perimbangan yang lebih berkeadilan, maka kami bisa lebih cepat mewujudkan kemakmuran," kata mantan Wakil Bupati Badung itu.
Di sisi lain, Sudikerta mengatakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Bali lebih luas itu pemerintah kabupaten/kota di Bali dihadapkan pada kendala keuangan daerah. Di samping itu, seringkali terjadi inkosistensi antara realisasi pembangunan dengan perencanaannya.
"Belanja pegawai mayoritas kabupaten/kota di Bali rata-rata 60-70 persen dari APBD-nya masing-masing. Bagaimana mau menyejahterakan rakyat dengan postur keuangan seperti itu? Hanya Pemkab Badung dan Pemprov Bali yang belanja pegawainya lebih kecil dibandingkan dengan belanja pembangunannya," kata Sudikerta.
Sementara itu, Ketua Pansus RUU Keuangan Negara DPR, Achsanul Qosasi mengatakan memang sudah waktunya supaya dalam UU hasil revisi nanti menyesuaikan dengan kepentingan daerah.
Ia juga melihat selama ini dalam UU Keuangan Negara belum mengakomodasi kepentingan pembangunan yang direncanakan dan terkumpul lewat Bappenas. Hal itulah yang menyebabkan sering tidak tercapainya sinergitas antara hasil musrenbang dari bawah dengan alokasi APBN.
Terkait dengan usulan untuk mengakomodasi dana perimbangan itu, Qosasi mengatakan cukup sulit karena sudah ada rumusnya tersendiri. "Bali memang penyumbang terbesar, tetapi Bali juga penerima terbesar. Walaupun tidak mayoritas dana itu ke Bali," kata legislator dari Fraksi Demokrat itu.
Pihaknya berpandangan perhatian pemerintah pusat terhadap Bali lebih pada program infrastruktur, seperti perbaikan infrastruktur hingga pembangunan tol di atas laut. "Hal itu sesungguhnya supaya semakin nyaman orang yang datang ke Bali dan tidak semakin sesak atau macet," katanya.
Pihaknya juga akan segera berdiskusi dengan pemerintah daerah supaya memberlakukan anggaran khusus yang mengarah kepada sektor pariwisata dan mempertahankan adat Bali yang begitu kuat.
Selain, Achsanul Qosasi, anggota Pansus RUU Keuangan Negara yang datang dalam kunjungan tersebut yakni A Edwin Kawilarang, Harry Azhari Azis, Sayed Muhammad Muliady, Buchory Yusuf, A Muhajir, dan Mustofa Assegaf. Sedangkan dari Provinsi Bali yang menyampaikan sejumlah masukan selain Wagub Bali juga beberapa kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Bali terkait, perwakilan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Bali, sejumlah akademisi, hingga pimpinan Bank Indonesia dan BPD Bali. (LHS)
Pemprov Bali Desak Dana Perimbangan Berkeadilan
Selasa, 25 Februari 2014 15:07 WIB