Denpasar (Antara Bali) - Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Denpasar mengingatkan jajaran desa pakraman (desa adat) untuk memperhatikan dan mewaspadai lima potensi konflik di kota itu.
"Lima pemicu konflik yang perlu diatensi yakni gesekan antarparpol, keberadaan ormas, penduduk pendatang, pedagang kaki lima, dan pekerja seks komersial," kata Kepala Badan Kesbangpol Kota Denpasar I Komang Sugiarta, di Denpasar, Selasa.
Menurut dia, peran desa pakraman sangat penting untuk mengantisipasi terjadinya konflik karena keberadaannya sebagai benteng terakhir di masyarakat pada lingkup terbawah.
"Jika potensi konflik tidak terkelola dengan baik, maka akan membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi Kota Denpasar," ujarnya.
Sugiarta mencontohkan terkait persoalan penduduk pendatang seharusnya pengurus desa pakraman dan banjar (dusun) juga peduli dan jika ternyata ada yang harus dipulangkan ke daerah asalnya, hendaknya dipulangkan secara manusiawi.
Demikian juga terkait pengaturan pedagang kaki lima di lingkungan setempat jangan sampai bertindak arogan.
"Menjelang pemilu legislatif ini juga rawan terjadi gesekan antarpendukung parpol. Jajaran desa pakraman seharusnya ikut menyadarkan masyarakat bahwa warna boleh berbeda, tetapi dituntut kedewasaan sehingga harmonisasi tetap terjaga," ujarnya.
Sugiarta menambahkan terkait dengan keberadaan organisasi kemasyarakatan (ormas) yang beberapa waktu terakhir sempat bentrok, pihaknya tidak bisa terlalu banyak melakukan pembinaan karena mayoritas belum terdaftar.
"Secara formal kami sudah menyurati berbagai ormas untuk segera mengurus kelengkapan administrasi pendaftarannya. Jauh yang terpenting harus dilakukan ormas saat ini adalah kesadaran untuk senantiasa menjaga ketertiban," katanya.
Sementara itu, terkait persoalan pekerja seks komersial tidak dapat dihindari terlebih semakin maraknya kafe remang-remang yang merambah ke desa-desa. (LHS)